Mohon tunggu...
Nur Syamsi
Nur Syamsi Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswi

Pelajar Yang Bercita-cita Sukses

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Opini: Memahami "Privat Life" dalam Lingkup Hermeneutika Sosial

31 Mei 2022   07:00 Diperbarui: 31 Mei 2022   07:16 2279
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Picture by: Muslimkreatif.co

Masyarakat umumnya akan memiliki pilihan dalam menjalani kehidupan. Baik itu secara terbuka, umum dalam kata di ketahui banyak orang atau life privacy, dengan tanpa di ketahui khalayak publik. Ini juga tergantung pada preferensi manusia itu sendiri. Ketika seseorang memiliki jabatan atau kedudukan sudah barang tentu ia akan menjadi sorotan khalayak publik. Mulai dari hal-hal wajar bahkan tidak jarang sampai pada problem pribadi.

Inilah yang akhirnya dapat kita lihat dengan pemahaman dari hermeneutika sosial. Bahwasanya di dalam lingkaran hermeneutika sosial terdiri dari internalisasi, eksternalisasi, dan kemudian obyektivitas. Yang pertama mengenai internalisasi atau sesuatu yang tampak menarik pada sorotan umum akan menjadi tiruan bagi seorang fanatisme. 

Misalnya pada kasus privat life Maudy Ayunda. Bukankan akhir pekan ini ramai di kalangan sorotan media dengan Maudy Ayunda yang dikabarkan tiba-tiba menikah? 

Ini yang akhirnya penulis menjumpai beberapa komentar dari masyarakat diantaranya contohnya " wahh keren ya, privat life is not bad" bahkan dari mereka banyak yang menulis komentar "pengen deh jadi kaya Maudy Ayunda". Yap begitulah sekiranya komentar-komentar yang di lontarkan. 

Namun jika di telusuri lebih dalam siapa yang tidak tercengang dengan kedapatan Maudy Ayunda, seorang publik figur anggun,yang memiliki paras menawan serta S2 universitas Luar Negeri yang berhasil kembali menjadi sorotan karena gaya hidupnya yang tertutup. 

Ini telah menjadi contoh penerapan Hermeneutika sosial, ketika seseorang berbicara kefanatikanya dengan sosok Maudy Ayunda, dan ingin meniru cara menikmati life nya telah masuk pada makna internalisasi, kemudian mereka melakukan pembicaraan bersama dengan kawan-kawan sebaya telah menjadi interpretasi dari "Eksternalisasi". 

Yang terakhir pada pemaknaan Obyektivitas mereka yang kemudian meniru gaya hidup Maudy Ayunda dengan "privat life" tanpa mengumbar aktivitas hidupnya ke media sosial yang kemudian di amati oleh masyarakat sekitar. Begitulah sekiranya penggambaran dari pemaknaan hermeneutika sosial dalam lingkup kecil.

Sungguh, penulis sadari bahwa dalam penulisan opini ini tentu akan banyak sekali kekurangan terkait pemahaman dan pencontohan penulis tentang hermeneutika sosial. Karena hermeneutika sosial sendiri memiliki cakupan yang luas. Oleh karena itu opini di atas hanyalah sebagian kecil dari penggambaran hermeneutika untuk memaknai cara menikmati hidul masing-masing. 

Terlepas dari itu semua, kita harus paham bagaimana kita membahagiakan diri sendiri. Cara yang kita gunakan dalam menikmati hidup sungguh hanya diri sendiri yang memegang kuasa untuk mencari kebahagiaan tersebut. 

Pandangan orang lain hanya sebatas kritik dan masukan. Mengapa demikian? Karena kita memiliki kadar kebahagiaan dan alasan pribadi masing-masing. Ketika kita hidup terbuka dalam arti segala sesuatu hal sekecil apapun kita posting di sosial media tentu akan mendapat kritik dari orang lain. 

Umum saja jika orang berkomentar tentang diri kita. Akan tetapi mereka tidak tahu apa makna atau alasan dari diri kita. Bisa saja seseorang mengatakan bahwa itu hal yang 'alay" dalam bahasa remaja. Akan tetapi tidak ada yang tau, bagaimana jika ia pernah menjalani "privat" life tapi ia di kecewakan? Masuk akal bukan?Atau ia begitu karena pernah merasa kehilangan? 

Merasa tidak punya teman? Butuh perhatian? Kita tidak tau apa yang sebenarnya terjadi pada mereka. Jadi boleh saja berkomentar terhadap gaya hidup seseorang tapi dalam batas wajar.

Memilih antara privat life dan hidup secara terbuka adalah suatu hal yang tidak mudah. Akan ada resiko di balik pilihan yang kita buat di antara keduanya. 

Jika dengan melihat seorang tokoh dan kita ingin mengikuti cara menikmati kehidupan nya boleh saja, atau jika kita tidak suka boleh mengkritik asal dengan bahasa yang baik dan bisa di terima Dalam hal ini masuk kategori "Internalisasi" karena menginternalisasi belum tentu menerima, bisa juga sebagai bentuk resisten atau penolakan. 

Mari mencari kebahagiaan hidup masing masing baik itu secara privat atau terbuka dan tetap menjadi diri sendiri untuk mencapai suatu kebahagiaan yang hakiki.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun