Mohon tunggu...
Nur Syaadi
Nur Syaadi Mohon Tunggu... -

Mahasiawa Program Pascasarjana FIAI Universitas Islam Indonesia Lampung-Yogyakarta

Selanjutnya

Tutup

Money

Masuknya Islam dan Diterapkannya Zakat di Indonesia

11 Januari 2018   22:26 Diperbarui: 11 Januari 2018   23:00 1538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Zakat (zakah) secara bahasa bermakna mensucikan tumbuh atau berkembang. Munurut istilah syara' zakat bermakna mengelurkan sejumlah harta tertentu untuk diberikan kepada orang-orang yang berhak menerima (mustahik) sesuai dengan syarat-syarat yang telah ditentukan syariat Islam. Zakat merupakan salah satu rukun Islam dan hukum pelaksanaannya adalah wajib. Namun dalam tulisan ini tidak akan membahas esensi zakat secara meluas, melaikan artikel ini akan membahas bagaimana sejarah pengelolaan zakat yang ada di Indonesia, mengingat uniknya proses perkembangan pengelolaan zakat di Indonesia.

Adapun gambaran secara singkat di Indonesia era saat ini lembaga  pengelolaan zakat terdapat Badan Amil Zakat (BAZ) dan Lembaga Amil Zakat (LAZ), yang dimana BAZ adalah lembaga pengelola zakat bentukan dari pemerintah tingkatan atau keberadaannya BAZNAS pusat di Jakarta, BAZNAS Propinsi dan kabupaten/kota diseluruh Indonesia yang sudah dibentuk oleh masing-masing pemerintah daerah. Adapun LAZ adalah lembaga pengelola zakat yang dikelola oleh masyarakat sipil, dan uniknya di Indonesia terdapat banyak LAZ yang dibentuk atas dasar adanya ormas tertentu, bisa dicontohkan adanya LAZISNU dan LAZISMU merupakan bentukan dari dua ormas terbesar di Indonesia yakni NU dan Muhammadiyah.

Hal diatas tidak lepas dari keluarnya UUD No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat hasil dari amendemen UU Tentang Pengelolaan Zakat No. 38 Tahun 1999, dengan regulasi ini tentu apabila dikaitkan dengan perkembanganya seharusnya sudah bisa menghimpun dan menarik minat ataupun merubah perilaku masyarakat Muslim untuk menunaikan zakat,  tetapi apabila melihat realitas yang ada baik BAZ dan LAZ  masih tergolong sulit untuk menghimpun dana zakat dari masyarakat. Terlihat kesenjangan yang begitu besar antara potensi dan dana yang berhasil dihimpun oleh Lembaga Amil Zakat, banyak penelitian mengungkapkan bahwa potensi yang ada mencapai Rp. 368 Terliun per tahun namun dari potensi yang ada dana zakat dari masyarakat hanya terkumpul tidak lebih dari 1, 3%.

Dengan adanya masalah diatas tentu menjadi perhatian dan harus segara diminimalisir sejak dini, terkait dengan dana umat yang begitu besar apabila dapat dimaksimalkan akan berdampak kepada program pemerintah atau dengan kata lain dapat membantu program pemerintah dalam rangka mengentaskan kemiskinan yang saat ini masih membelenggu Negri ini. Untuk itu perlu adanya evaluasi dan mengetahui bagaiman sejarah pengelolaan zakat di Indonesia .

Perkembangan zakat di Indonesia mengalami perkembangan yang dinamis dalam rentang waktu yang sangat panjang. Dipratikkan sejak awal masuknya Islam di Indonesia, zakat berkembang sebagai pranata sosial keagaamaan yang penting dan signifikan dalam pengeuatan masyarakat sipil Muslim. Dalam rentang waktu yang panjang, telah terjadi pula tarik menarik kepentingan dalam pengelolaan zakat di ranah publik. Di era Indonesia moderen, ditangan masyarakat sipil, zakat telah bertransformasi dari ranah amal-sosial ke ranah pembangunan-ekonomi. Dalam perkembangan terkini, tari-menarik pengelolaan zakat antara negara dan masyarakat sipil, berpotensi mengahambat kinerja dunia zakat nasional dan sekaligus melemahkan gerakan masyarakat sipil yang independen.

Praktik Awal Hingga Masa Kolonial

Penyebaran Islam di Indonesia bermula dari sumatera bagian utara dimana Islam politik diperkirakan telah ada sejak awal abad ke-11 kemudian mencapai jawa pada abad ke-14, dan akhirnya mencapai kepulauan bagian timur Indonesia pada abad ke-15. Islamisasi nusantara ini banyak ditopang berkembangnya lalu lintas komersial jarak jauh yang tidak hanya melibatkan perdangan tetapi juga transfer budaya. Hukum Islam menawarkan berbagai keunggulan untuk melakukan bisnis, seperti terlihat Undang-Undang Malaka.

Dengan posisi sebagai salah satu pilarterpenting ajaran Islam dan tingkat kesejahteraan meningkatsebagai implikasi ekspansi bisnis yang masif, zakat diduga kuat telah dipraktikan sejak awal Islam masuk ke Indonesia. Namun sejarah awal praktik zakat di Indonesia pasca-kedatangan Islam secara umum diketahui. Tidak terdapat cukup bukti yang memadai bahwa zakat dikumpulkan secara formal dan reguler oleh penguasa Muslim saat itu sebagai sebuah kewajiban pajak warga negara.  Cristian Snouck Hurgronje (1857-1936) berargumen bahwa sifat sukarela dari pembayaran zakat ini disebabkan oleh prose Islamisasi Indonesia yang terjadi secara damai, bukan karena penaklukan militer. Dengan proses Islamisasi secara damai, maka zakat di Indonesia tidak pernah dipandang sebagai bentuk pajak keagamaan atai upeti politik kepada penakluk. Maka kemudian pembayaran zakat di Indonesia lebih banyak diserahkan kepada Muslin secara individual dengan basis kesukarelaan. Dua institusi sosial-keagamaan lokal memegang peran penting disini, yaitu masjid dan pesanteren.

Namun hipotesis kesukarelaan praktik zakat mendapat kualifikasi di Sumatera, khususnya Aceh, yamg memiliki pengalaman Islamisai berbeda dari Jawa. Meski mistisme sempat menjadi pola dominan seperti doktrin Wujudiyah dari Hamzah Fashuri (w. 1600), namun gerakan purufikasi di Aceh telah hadir sejak awal, dan bahwa dilakukan oelh Nur al-Din al-Riniri (w.1658). disaat yang sama sejak kekuasaan negara telah bersifat religius. Dengan menyandang  status sebagai pemimpin masyarakat Islam. Penguasa Aceh diharuskan melakukan semua upaya untuk menegakkan agama Islam sebagai tugas utama pemerintahannya.hal ini dilakukan penguasa antara lain dengan memerintahkan rakyat untuk melaksanakan sholat, berpuasa dan membayar zakat. Negara saat itu juga telah memiliki istitusi dan sistem keuangan negara yang permanen. Pada masa kekuasaan sultan Iskandar Muda (1607-1636) yang merupakan masa keemasan Aceh Daral-Salam dengan kontrol politik mencakup hampir seluruh sumatera dan semenanjung Malaysia, negara Aceh saat itu telah memiliki bayt al-mal dan sistem usyr dan perpajakan.

Cikal bakal penegelolaan zakat modern di Indonesia dapat dapat ditelusuri dari pengelolaan zakat  oleh Muhammadiyah, organisasi masyarakat Islam Indonesia terbesar kedua yang berdiri pada 1912. Muhammadiyah sejak 1918 telah mampu memtransformsikan zakat dan parktik filantropi Islam lainnya untuk keadilan dan kesejahteraan sosial. Melalui devisi sosial dan kesejahteraannya PKU (Penolong Kesejahteraan Umum) yan didirikan pada tahun 1920, Muhammadiyah telah melakukan reinterpretasi  praktek filantropi Islam, meneglola sumber daya filantropi dan menyalurkannya untuk kesejahteraan umat. Sebagai organisasi filantropi yang berhasil Muhammadiyah bersifat toleran, pluralis dan religius. Muhammadiyah menganut prinsip nondiskriminasi terhadap agama, kelompok maupun kebangsaan, baik dalam penyaluran maupun penghimpunan dana. Muhammadiyah bahkan menerima subsidi dan bantuan dari pemerintah kolonial belanda.

Masa Kemerdekaan Hingga Era Reformasi

Pada masa awal kemerdekaan , pemerintah secara sederhana tampak hanya meneruskan kebijakan pemerintah kolonial Belanda terhadap zakat. Sebagai misal Depertemen Agama yang dibetuk pada Januari 1946, mengeluarkan surat edaran No. A/VVII/17367 tertanggal 8Desember 1951 yang menyatakan bahwa Departemen Agama tidaka akan ikut campur tangan terhadap pengelolaan zakat yang ada. Secara umum, kebijakan pemerintah Orde lama adalah netralitas terhadap urusan agama warga negara dan hanya memfasilitasi kehidupan beragama tanpa terlibat dalam pengelolaan praktik keagamaan.

Namun pada awal rezim Orde baru, mulai muncul keinginan agar pemerintah terlibat dalam pengelolaan zakat dalam rangka mengoptimalkan potensi zakat. Pada masa transisi politik antara 1966-1968 yang juga merupakan masa honeymoon antara rezim Orde Baru dengan kelompok Islam politik, terdapat pemerintah yang kuat untuk menegembalikan Piagam Jakarta. Pada Juli 1967, Departemen Agama mempersentasikan rencana UU Zakat ke parlemen (DPR Gotong Royong), serta mengerimkannya ke Departemen Keuangan dan Departemen sosial untuk mendapat masukan. Namu parlemen tidak menindaklanjuti RUU Zakat yang telah disampaikan Departemen Agama ini.

Pada 1968, terbit Peraturan Menteri Agama (PMA) No. 4/Juli/1968 tentang pendirian Badan Ami Zakat (BAZ) dan PMA No./Oktober/1968 tentang pendirian Baitul Mal diseluruh yang bertanggung jawab terhadap pengelolaan zakat. Tetapi keputusan ini tidak sempat berjalan karena tidak mendapat dukungan presiden Soeharto, dan dianulir melalui peraturan ,emteri  Agama pada Januari 1969. Dengan adanya sejarah yang sudah ada hingga sekarang Pengelolaaan zakat masih dikatakan gagal dalam mengoptimalkan potensi yang ada, dalam konteks analisa apabila zakat dapat dioptimalakan maka bukan tidak mungkin bangsa ini akan terlepas dari garis kemiskinan. Dengan catatan setiap pihak dapat berkerjasama dan secara meluas masyarakat Muslim dapat menyadari bahwa pentingnya menunaikan zakat. Mengingat zakat memiliki Instrumen yang penting yakni moral, sosial dan ekonomi.

Nur Sya'adi

Mahasiswa FIAI Universitas Islam Indonesia

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun