Alasannya, Â semua tumbuhan yang hidup di atas kuburan dianggap kotor. Â Sebab, akar pohonnya mengambil makanan dalam tanah kuburan yang mengandung "malo" (cairan hasil proses pembusukan mayat).
Zaman saya kecil, di area pemakaman umum tak jauh dari rumah orang tua saya terdapat beberapa  pohon duku besar.Â
Lokasinya tersebar di tengah dan perbatasan area makam. Jangankan makan buahnya, melihat pohonnya dari jauh saja saya merinding bercampur jijik. Ketika musim duku berbuah, yang memanennya hanya monyet ekor panjang.
Kondisi Telah Berubah
Puluhan tahun terakhir  kondisi telah berubah 180 derajat. Masyarakat kampung saya tidak lagi menganggap makam sebagai tempat angker dan menakutkan.Â
Buktinya, tanah di samping kuburan telah dijadikan lapangan sepak bola. Ketika bola bergulir ke area perkuburan, tanpa ragu anak-anak langsung memungutnya.
Pohon duku di batas area yang dahulu dianggap sarang hantu, kini sering digunakan untuk tempat berteduh saat panas terik, Â nyender sambil nonton bola, Â main HP, Â dan kegiatan lainnya. Namun, Â belum ada yang mau makan buahnya.
Tanah kosong di sisi-sisi kuburan sudah banyak dibangun  rumah hunian yang bagus. Sama dengan di daerah lain, makam  yang dahulunya dianggap keramat kini sering dikunjungi tamu lokal dan dari luar daerah. Baik untuk  berwisata sejarah, maupun sekadar berziarah.
Demikian 2 alasan mengapa sebagian masyarakat zaman dahulu takut pada makam. Semoga bermanfaat. ***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H