Maret dan April 2024 ini adalah momen spesial bagi masyarakat Kerinci. Usai diterjang banjir besar Januari lalu, Allah SWT membayarnya dengan musim buah-buahan yang melipah ruah. Mulai buah duku, rambutan, manggis, sampai durian.
Buah duku
Saking banjirnya, bulan puasa kemarin nilai jual duku terhempas ke angka Rp 5-6 ribu per kilo. Padahal harga normal pada musim-musim sebelumnya Rp 15-20 per kilogram. Di awal-awalnya malahan pernah menyentuh angka 25 ribu.
Buah duku, bukan produk asli Kerinci. Dia di drop dari kabupaten lain dalam wilayah provinsi Jambi. Di antaranya, dari Merangin, Tebo, Bungo, Moaro Jambi dan sekitarnya. Tak tertutup juga kemungkinan dari daerah tetangga Sumsel.
Sisanya (durian, rambutan, manggis), ada yang dari luar, banyak juga hasil tani masyarakat Kerinci.
Buah durian dan manggis
Sejak minggu ke dua April sampai sekarang durian lokal mulai merajai pasar Kerinci dan Sungai Penuh. Yang dari luar tidak mendapat tempat lagi, seiring musimnya telah berakhir. Kini giliran durian Kerinci yang tampil di permukaan. Jumlahnya membludak, berbarengan pula dengan musim manggis.
Tak heran banyak warga kampung yang menjelma menjadi pedagang durian di pinggir-pinggir jalan.
Harganya pun lumayan murah. Durian yang harga normalnya Rp 25 ribu per biji, kini turun ke Rp 10 ribu. Manggis dari Rp 20 ribu per kilogram menjadi 10 ribu, di tingkat petani cuma 5 ribu rupiah.
Suami saya juga punya sejumlah pohon durian dan manggis di kebun. Yang berbuah cuman beberapa saja. Posisinya di ujung pemukiman penduduk, pinggir jalan raya lintasan Kerinci Bangko. Satu jam naik motor dari tempat kami berdomisili.Â
Full aroma, nol rupiah
Saat durian berbuah, kami berebutan dengan musuh. Mulai monyet, tupai, sampai ke manusia. Intinya, buat kami buah durian hanya full aroma nol rupiah, alias belum menambah nilai ekonomi keluarga. Si kakek ganteng (suamiku) ke kebun cuman dua kali seminggu. Berangkat dari rumah pukul tujuh tiga puluh, sampai di sana jam setengah sembilan.
Di sisi lain, buah durian matang berjatuhan dari pohonnya tidak terjadwal. Kadang siang, kadang-kadang malam hari. Pagi sebelum jam enam, oknum warga setempat sudah memungut duluan. Begitu juga pada siang hari. Palingan kami kebagian jika ada yang rontok ketika suamiku ada di sana.
Ya, sudah. Mau bagaimana lagi. Buah durian adalah hal yang fenomenal. Sudah menjadi tradisi di daerah kami. Pohonnya punya pribadi, buahnya milik bersama. Lain cerita jika selama durian berbuah empunya menunggu, (tinggal, nginap) di lokasi.
Saat ini musim durian Kerinci sedang memuncak, dan dalam waktu dekat bersiap-siap akan berakhir. *****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H