Salah satu makhluk paling tertindas pada musim kampanye adalah pepohonan di pinggir jalan. Mereka ditusuk, dijerat, dan dipotong oleh pihak-pihak berkepentingan untuk memasang atribut kampanye.Â
Itu mulai baliho caleg sampai ke baliho capres dan cawapres, yang jumlahnya tidak sedikit.
Paraturan KPU
Bawaslu melarang pemasangan atribut kampanye di pohon. Seperti yang tertuang dalam peraturan KPU (PKPU)Nomor 15 tahun 2023 tentang Kampanye Pemilu 2024. (rri.co.id, 11/12/2023).
Bukan hanya atribut kampanye, bentuk iklan juga dilarang mesangnya di pohon. Apalagi denga cara dipaku.
Peraturan tersebut dibuat untuk melindungi pohon agar kesehatannya tetap terjaga. Jika dipaku terus-menerus, batangnya jadi busuk, kemudian keropos terus mati.
Mending matinya karena penyakit yang tampak. Jika luarnya terlihat segar, di dalam batangnya lapuk menjadi sarang semut, suatu saat bisa saja dia tiba-tiba ambruk, yang berakibat kerugian lebih besar.
Selain berdampak pada kesehatan pohon, pemasangan alat peraga kampanye pada pokok kayu di pinggir jalan juga merusak pemandangan.Â
Tidak jarang baru satu malam gambar-gambar calegnya terpasang, besoknya sudah terjuntai dan tersungging. Tak tahu apakah karena tertiup angin atau ada unsur sabotase. Banyak sedikitnya mengganggu estetika. Walaupun tidak semua APK mengalami nasib serupa.
Tidak mati tapi tak bisa dimanfaatkan
Ironisnya, pamasangan APK di pohon dengan cara dipaku, dapat pula menimbulkan kerugian material bagi pemilik pohon.Â
Pengalaman bercerita. Suami saya punya pohon surian di kebun, yang dia tanam di pinggir jalan raya.
Saat ditebang dan dibelah, dia sukses menghancurkan mata gergaji tukang senso. Di dalamnya terdapat paku yang jumlahnya tidak terhitung. Usianya sudah 20 tahun. Jika dibagi 5, pohon tersebut mengalami penyiksaan setidaknya 4 kali pemilu.
Kalau rata-rata satu pohon dipaku 4-5 APK, hitung saja berapa paku yang menancap dalam satu masa kampanye caleg dan capres cawapres. Belum lagi musim pilkada dan spanduk iklan.
Sebagaimana kita ketahui, surian adalah jenistanaman penghasil kayu berkualitas baik. Gara-gara daging batangnya rusak, pokok yang seharusnya bisa menghasilkan uang jutaan rupih itu terbuang percuma.Â
Malahan sang pemilik bayar ganti rugi pada pekerja. Karena 2 mata gergaji mesin sensonya hancur, ditambah biaya BBM dan oli bekas.
Peraturan tinggal peraturan
Sepertinya memasang APK di batang kayu dengan dipaku telah menjadi tradisi setiap menyambut pesta demokrasi di negeri ini. Peraturan tinggal peraturan, pelanggaran terus jalan. Toh tidak ada pula kelaziman sebelum menancapkan baliho di pohon harus ada izin dari yang berhak.
Pemilik tanaman pun tidak berdaya. Terutama jika batang kayunya berada di kebun yang hanya dijenguk kapan sempatnya saja.
Penutup
Kita harus mengakui, pemasangan APK di tempat-tempat tertentu termasuk di pohon-pohon, dapat membantu warga mengenal siapa sosok yang akan mereka pilih. Barangkali caranya yang perlu ditertibkan, supaya tidak merusak ekologi dan merugikan pihak lain.***
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI