“Yuk, Pak! Dah siap!” kata Bu Pindah, seraya merapikan menu makan siang yang telah digelar pada selembar tikar.
Pak Milus berkuap malas. “Lauknya apa!”
“La .... Tadi, kan Bapak minta dibuatkan urap bunga kates sama telor dadar,” balas wanita 40 tahun itu.
“Malas, ah. Pait.”
“Ayolah, Pak! Makan telor dadarnya aja. Adek juga tak suka makan sayuran pait.” Bungsu 4 tahun itu bergelayut manja di pelukan ayahnya yang sedang nyender di sebuah kursi.
“Bapak belum lapar. Duluanlah kalian.”
Bu Pindah paham jawaban pria 42 tahun itu. Tabiat yang telah mengurat mengakar pada diri sang suami selama 2 windu pernikahan mereka.
“Ya udah, Dek. Panggil abang-abangmu. Kita saja yang makan.” Ibu 4 anak itu meradang dalam hati. Dadanya sesak menahan kesal.
Tak lama berselang, si sulung muncul dari pintu depan. “Pak ini dompet Bapak,” katanya sambil menyerahkan benda berwarna hitam itu kepada bapaknya.
“Kamu dapat dari mana?” tanya Pak Milus kaget. Keningnya berkerut heran.
“Diantar Gana anak Pak Zaenal, pemilik warung nasi yang isterinya teman Ibu itu. Katanya dompet ini tercecer saat Bapak makan di sana barusan.”
Pak Milus bangkit dari duduknya. Dengan wajah malu-malu asam, dia meraba kantong celananya kiri dan kanan. Ternyata memang kosong melompong.
Bu Pindah masuk kamar. Kekesalannya naik ke ubun-ubun. Persendiannya lunglai, bibirnya bergetar menahan perasaan. Dalam hati dia meratap, “Adakah perempuan yang sering disakiti suami di muka bumi ini selain aku?”
****