Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Mengenal “Lapek” Bantal Duduk Tradisional Kerinci yang Nyaris Punah

7 Juli 2020   06:56 Diperbarui: 8 Juli 2020   14:22 1337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sebagian masyarakat Kerinci dan Kota Sungai Penuh memaknai kata “lapek” sebagai dua benda beda makna. Tergantung konteks.

Pertama, “lapek” sejenis kudapan yang terbuat dari adonan tertentu, dibungkus pakai daun. Lapek ini tidak hanya dikenal di tanah Kerinci dan Kota Sungai Penuh. Tetapi lebih membumi di kalangan orang Minang. Ada lapek kundua, lapek bugih, lapek sagan dan lapek-lapek lainya.

Kedua, “lapek”  (baca: lapik) yaitu alas duduk terbuat dari anyaman daun pandan. Sepengetahuan saya, lapek yang ke dua ini hanya ditemui di Kerinci dan Kota Sungai Penuh.

Anyaman berukuran kurang lebih 60 cm persegi ini merupakan bantalan duduk tradisional masyarakat Kerinci. Awal tahun 7 puluhan, lapek dapat ditemui di rumah-rumah penduduk setempat.  

Pohon dan daun pandan. Foto NURSINI RAIS
Pohon dan daun pandan. Foto NURSINI RAIS
Benda kuno tapi antik ini, merupakan hasil kreasi tangan-tangan terampil kaum hawa. Motif dan warnanya beraneka ragam, memberikan efek seni yang amat tinggi.  

Kini lapek nyaris musnah ditelan zaman. Mungkin dalam satu desa boleh dihitung dengan jari keluarga yang mengoleksinya.

Kondisi ini dapat dimaklumi, selain bahan bakunya langka, proses pembuatannya pun rumit dan panjang. Untuk 1 lembar lapek belum tentu selesai dua minggu.

Setelah daun pandan dibuang durinya, ditoreh sama besar. Terus disaut* manual lembar per lembar menggunakan alat khususus. Tujuannya supaya lembut. Kemudian direbus dan diwarnai. Selanjutnya direndam dalam sungai semalaman. Besoknya dijemur pada terik matahari. Setelah kering disaut ulang sampai lemes. Terakhir dianyam.

Tak heran, harganya mahal. Sehingga kalah saing dengan bantal duduk modern yang banyak dijual di pasaran. Bahannya lembut dan empuk. 

Lapek ketika dijadikani hiasan ruangan
Lapek ketika dijadikani hiasan ruangan
Sebuah bantal duduk model sederhana lumayan cantik, cuman dibandrol Rp 60-75 ribu perbiji. Selain untuk alas duduk, sekalian memepercantik ruangan. Sementara lapek juga ditawarkan Rp 60-75 per lembar. Tergantung motif dan kerapian anyamannya.

Zaman dahulu, saat tidak dipakai untuk alas duduk, lapek juga beralih peran sebagai  hiasan ruangan. Disender rapi pada dinding. Ketika tamu datang, tinggal nyomot satu persatu. Terus digelar secara lesehan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun