Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika RI Jadi Negara Maju, Bocah Miskin Makan Sabun

28 Februari 2020   18:58 Diperbarui: 28 Februari 2020   19:19 190
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lagi-lagi dendang usang. Kalau hidup dalam keadaan melarat, jangankan manusia, lalat pun enggan mendekat.  

Sebab, kebanyakan kita kurang menyadari, bahwa tiada yang tahu apa yang terjadi di hari esok. Mereka yang miskin sekarang belum tentu anak cucunya kelak juga melarat.    

Fakta tak pernah berdusta. Banyak orangtua yang dahulunya sensara, sekarang anak-anaknya kaya raya. Salah satu contohnya, sosok yang pernah menjadi pejabat penting di negeri ini pada zamannya (maaf kalau saya lancang mengungkit masa lalu orang lain). Sebaliknya, ada pula mereka yang dahulu punya harta melimpah, kini anak cucunya jadi pengemis.

Tidak sepantasnya peristiwa anak makan sabun ini terjadi. Sebab, untuk membantu keluarga miskin setiap tahunnya pemerintah pusat telah mengucurkan dana triliunan rupiah.

Kalau memang keluarga nenek Soriani ini belum diprioritaskan menerima bantuan secara materi tersebab berbagai pertimbangan,  minimal masyarakat dan aparat desa setempat mempedulikan mereka secara moril. Bantu mereka menyerahkan anak-anak tersebut ke panti sosial. Bukankah Pasal 34 (1) Undang-Undang Dasar 1945 telah mengamanatkan, "Fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara."

Mirisnya, penderitaan bocah pemakan sabun ini terkuak di tengah mabuknya oknum elit politik main suvei-surveian  dan merajut angan siapa yang bakal jadi calon presiden untuk priode berikutnya. Padahal, roh  pilpres 2024 masih menggantung di langit ke tujuh.

Belum lagi hiruk pikuknya baku protes dan saling bantah, terkait dengan aneka fatwa. Yang agama musuh Pancasila, yang kaya disarankan menikahi si   miskin, yang berenang di kolam bisa hamil. Pusing, deh.  Sepertinya para pemimpin bangsa ini kurang pekerjaan. 

Mengingat banyaknya  problem kemiskinan yang belum tertangani, pantaskah negeri ini menyandang status negara maju? Hanya waktu yang menjawab.

****

Referensi : satu,  dua.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun