Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Aku dan Kami

3 Februari 2020   19:46 Diperbarui: 4 Februari 2020   04:45 255
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Aku bingung. Nampaknya nenek juga bingung. Dalam hati aku berbisik, "Maaak ..., Ramainya! Rupanya  inilah negeri yang disebut Jambi." Kutengok kiri dan  kanan, semua asing bagiku.

Matahari semakin tinggi. Aku capek. Tentu nenek, kedua adikku Cali dan Patma juga capek. Maklum, 48 jam numpang bak tereller Jeep dari Kota Bangko, melewati jalan berlubang-lubang. 

 Aku melangkah ke bawah pohon. Oh, syukur. Ada bangku kayu panjang. Kuajak Cali dan Patma duduk di sana. Nenek menyusul.

 "Nek! Mau minum," rengek si bungsu Patma.

"Saya juga, Nek,"  sambung Cali.

Nenek menenangkan bocah 4 dan 6 tahun itu. "Sabar ya, Cu. Untuk mendapatkan air minum, tentu kita harus beli nasi. Setidaknya belanja lontong. Tetapi belinya dimana?"

Nenek mengerutkan keningnya, seraya memandang  ke kejauhan. "Kalian tunggu di sini ya.  Nenek nyari air dulu. Siapun yang ngajak pergi, jangan mau." 

"Di mana, Nek?" balasku.

"Tuh, di sana." Nenek menunjuk ke sebuah perkampungan yang dipadati bangunan. Di belakangnya terlihat sebuah sungai. Jaraknya susah ditaksir.

Berbekal sebuah  tabung aluminium, perempuan 45 tahun itu melaju ke sasaran. Tak lupa juga membawa kapur tulis senjata ajaibnya.

Kelak  benda itu beliau gunakan untuk penanda. Setiap bertukar jalur di persimpangan,  dia membuat garis lurus. Salah satu ujungnya  dibubuhkannya  gambar seperti telunjuk. "Kalau kau mau pulang, ikuti arah ini!" Begitu kira-kira makna  coretan itu versi nenek.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun