Kini, gambaran ini tinggal cerita. Cara berkomunikasi seperti ini sudah basi. Kapan masuk waktu salat, ayat-ayat suci berkumandang melalui micropon masjid dan musala. Disusul seruan azan. Â Waktu berbuka puasa dan imsakiyah Ramadhan, Â ditandai dengan bunyi serine.
Jika ada kebakaran, Â atau warga tenggelam di sungai, suara serine meraung-raung. Plus saling teleponan antar sahabat dekat dan jauh.
Penyebarluasan pesan-pesan penting pun lebih efektif. Cukup via pengeras suara. Ditambah lewat pesan singkat di grup-grup WA.
Yang menarik, walaupun tidak lagi difungsikan sebagai alat komunikasi, beduk dan canang tetap eksis di level istimewa. Yakni sebagai alat musik tradisional dan relegi. Tampilannya dibuat cantik dan kekinian.
Bedug juga sering hadir sebagai serimonial pada even-even spesial. Di antaranya dalam rangka pembukaan acara-acara bergengsi. Seperti pesta budaya, Musabaqah Tilawatil Quran, (MTQ) tingkat nasional dan acara lainnya. Pemukulnya pun bukan orang sembarangan. Tetapi para elit negeri. Mulai  pejabat daerah sampai ke presiden.
Patut kita syukuri, kita diberkahiNya kesehatan dan umur panjang. Hingga dapat mencicipi kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, yang membuat hidup ini lebih mudah. Salam dari Pinggir Danau Kerinci.
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H