Upih atau pelepah pinang merupakan limbah pohon pinang  yang kaya manfaat. Di antaranya oleh anak-anak kampung untuk main tarik upih  yang asyik dan menyenangkan.
Diawali dengan suit. Pemenangnya naik duluan, yang kalah tukang tarik. Selanjutnya berlaku aturan berganti peran. Jadi penumpang dan penghela.
Selain melatih raga, banyak pendidikan moral diperoleh dalam main tarik upih.  Antara lain, memupuk  rasa persaudaraan antar pemain,  menumbuhkembangkan sikap tenggang rasa dan saling menghormati antar sesama, dan belajar memanajemen ego alias tidak enak sendiri.
Tentu saja diperlukan keahlian untuk membuatnya. Semasa saya kecil, ada kakek tetangga yang sangat ahli di bidang ini.Â
Dahulu, masyarakat Kerinci sini memanfaatkan upih pinang  buat membungkus makanan. Seperti, dodol, wajik, nasi, aneka lauk, dan menu lainnya.
Kelopak upih  yang sudah dipisahkan dari gagang daunnya, dikelupas kulit luarnya. Yang dimanfaatkan bagian dalamnya  yang berwarna putih.
Pertama, makanan akan lebih lama hangatnya.  Sehingga kelembutannya selalu terjaga,  tetap kering  dan tidak cepat basi. Sebab upih pinang jauh lebih tebal dibandingkan daun pisang. Asalkan dibungkus rapat dan rapi. Cocok untuk pembungkus nasi bekal ke sawah atau ke kebun.  Bulan Raamadhan, emak-emak zaman dahulu menaruh nasi dalam Upih. Sorenya dibungkus, waktu sahur masih panas.
Ke dua, Memiliki aroma yang khas. Sehingga dapat menggugah selera makan.
Ke tiga, bisa dipakai berulang kali karena  ia tidak mudah sobek. Setelah dipakai, dicuci, terus dikeringkan.  Praktis dan mudah dibawa ke mana-mana, ketimbang menjinjing rantang.
Ke empat, lebih higenis dibanding plastik kerena tanpa bahan kimia, dan ramah lingkungan.
Sangat disayangkan, sekarang upih pinang telah terdepak dari kehidupan masyarakat Kerinci. Seperti masyarakat Indonesia lainnya, mereka telah beralih ke  pembungkus berbahan plastik.  Ketika saya  memungut pelepah pinang  untuk mendukung tulisan ini  ada yang ngejek,  “Oi, Nenek ..., zaman telah berubah. Masih juga pakai upih pinang."
Syukur, walaupun di Kerinci upih pinang telah dilupakan, setidaknya saudara kita di Bali masih mempertahankannya untuk memasak dan menyajikan kuliner tradisional  bebek betutu upih dan Ayam Be Keren.
Yang membesarkan hati, ide menggunakan pelepah pinang sebagai alat makan sudah mulai dibawa ke Indonesia. Pencetusnya, Â Alan Makarim lulusan S1 jurusan Desain Produk di ITB.
November 2018, Alan bersama dua rekannya Rengkuh Banyu dan Almira Zulfikar,  telah berinisiatif memproduksi mangkok berbahan pelepah pinang yang mereka beri nama Plepah. Lokasinya di daerah Jambi bernama Teluk Kulbi, yang memiliki  perkebunan pinang seluas 1.800 hektare. Lengkapnya baca di sini.
Demikian ulasan ini saya tulis sekadar manambah informasi. Mudah-mudahan ada kompasianer yang terobsesi untuk menjadikan upih pinang sebagai ladang bisnis. Â Selamat tahun baru 2020. Salam dari Pinggir Danau Kerinci.
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H