Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dapatkan Pengetahuan Gratis dari Sejarah Pelepah Pinang!

1 Januari 2020   16:27 Diperbarui: 2 Januari 2020   00:23 2963
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Barang olahan berbahan dasar upih pinang. Foto: picuki

Upih atau pelepah pinang merupakan limbah pohon pinang  yang kaya manfaat. Di antaranya oleh anak-anak kampung untuk main tarik upih  yang asyik dan menyenangkan.

Diawali dengan suit. Pemenangnya naik duluan, yang kalah tukang tarik. Selanjutnya berlaku aturan berganti peran. Jadi penumpang dan penghela.

Selain melatih raga, banyak pendidikan moral diperoleh dalam main tarik upih.  Antara lain, memupuk  rasa persaudaraan antar pemain,  menumbuhkembangkan sikap tenggang rasa dan saling menghormati antar sesama, dan belajar memanajemen ego alias tidak enak sendiri.

Main tarik upih. Foto: tulungagungtempodulu
Main tarik upih. Foto: tulungagungtempodulu
Tidak hanya untuk mainan anak-anak, upih pinang dapat pula diolah menjadi  aneka wadah. Misalnya, tas, bakul, baskom tempat mencuci piring,  galuk (ember) untuk  mengangkat/menimba air sumur, dan lain sebagainya.

Tentu saja diperlukan keahlian untuk membuatnya. Semasa saya kecil, ada kakek tetangga yang sangat ahli di bidang ini. 

Dahulu, masyarakat Kerinci sini memanfaatkan upih pinang  buat membungkus makanan. Seperti, dodol, wajik, nasi, aneka lauk, dan menu lainnya.

Kelopak upih  yang sudah dipisahkan dari gagang daunnya, dikelupas kulit luarnya. Yang dimanfaatkan bagian dalamnya  yang berwarna putih.

Mengolah upih pinang menjadi pembungkus makanan. Dokumentasi pribadi.
Mengolah upih pinang menjadi pembungkus makanan. Dokumentasi pribadi.
Dalam hal bungkus membungkus, upih pinang punya banyak keunggulan. 

Pertama, makanan akan lebih lama hangatnya.  Sehingga kelembutannya selalu terjaga,  tetap kering  dan tidak cepat basi. Sebab upih pinang jauh lebih tebal dibandingkan daun pisang. Asalkan dibungkus rapat dan rapi. Cocok untuk pembungkus nasi bekal ke sawah atau ke kebun.  Bulan Raamadhan, emak-emak zaman dahulu menaruh nasi dalam Upih. Sorenya dibungkus, waktu sahur masih panas.

Ke dua, Memiliki aroma yang khas. Sehingga dapat menggugah selera makan.

Ke tiga, bisa dipakai berulang kali karena  ia tidak mudah sobek. Setelah dipakai, dicuci, terus dikeringkan.  Praktis dan mudah dibawa ke mana-mana, ketimbang menjinjing rantang.

Ke empat, lebih higenis dibanding plastik kerena tanpa bahan kimia, dan ramah lingkungan.

Upih pinang siap digunakan untuk pembungkus nasi. Dokumentasi pribadi.
Upih pinang siap digunakan untuk pembungkus nasi. Dokumentasi pribadi.
Terkait butir ke empat, fakta menunjukkan bahwa  pengguna upih pinang (masyarakat Kerinci) pada zamannya telah mempraktikkan hidup sehat secara alami. Alam lingkungan adalah gurunya, universitas kehidupan sebagai kampusnya. Di sisi lain, limbah upih pinang tidak merusak lingkungan karena tergolong sampah organik yang mudah terurai.

Sangat disayangkan, sekarang upih pinang telah terdepak dari kehidupan masyarakat Kerinci. Seperti masyarakat Indonesia lainnya, mereka telah beralih ke  pembungkus berbahan plastik.  Ketika saya  memungut pelepah pinang  untuk mendukung tulisan ini  ada yang ngejek,  “Oi, Nenek ..., zaman telah berubah. Masih juga pakai upih pinang."

Syukur, walaupun di Kerinci upih pinang telah dilupakan, setidaknya saudara kita di Bali masih mempertahankannya untuk memasak dan menyajikan kuliner tradisional  bebek betutu upih dan Ayam Be Keren.

Barang olahan berbahan dasar upih pinang. Foto: picuki
Barang olahan berbahan dasar upih pinang. Foto: picuki
Sebaliknya, di luar negeri seperti India dan negara jiran Malaysia, telah banyak diproduksi perlengkapan makan yang  berbahan baku upih pinang. Orang India malah membuat peralatan makan dari pelepah pinang  untuk dipakai dalam acara adat. 

Yang membesarkan hati, ide menggunakan pelepah pinang sebagai alat makan sudah mulai dibawa ke Indonesia. Pencetusnya,  Alan Makarim lulusan S1 jurusan Desain Produk di ITB.

November 2018, Alan bersama dua rekannya Rengkuh Banyu dan Almira Zulfikar,  telah berinisiatif memproduksi mangkok berbahan pelepah pinang yang mereka beri nama Plepah. Lokasinya di daerah Jambi bernama Teluk Kulbi, yang memiliki  perkebunan pinang seluas 1.800 hektare. Lengkapnya baca di sini.

Proses pembuatan piring dari upih pinang. Foto: lifestyle.kompas.com
Proses pembuatan piring dari upih pinang. Foto: lifestyle.kompas.com
Menurut Jaenal Arifin staf  ITB,  saat ini sudah ada lima mesin pembuat piring pelepah pinang yang disebarkan ke UKM di Jambi. Kini piring tersebut masih mencari pasar. Salah satu kerja sama yang sudah terbentuk adalah dengan Bali. (kompas.com 13/12/2019)

Demikian ulasan ini saya tulis sekadar manambah informasi. Mudah-mudahan ada kompasianer yang terobsesi untuk menjadikan upih pinang sebagai ladang bisnis.  Selamat tahun baru 2020. Salam dari Pinggir Danau Kerinci.

****

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun