Ditengah hebohnya pemberitaan tentang pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke Kalimantan Timur, merebak pula isu hukuman kebiri bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Muhammad Aris pemuda 20 tahun, terbukti telah melakukan pemerkosaan terhadap 9 anak.
 Atas kasus ini, warga Dusun Mengelo, Desa Sooko, Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto tersebut dijatuhi hukuman penjara 12 tahun penjara dan denda Rp 100 juta subsider 6 bulan kurungan. Selain itu  kepadanya juga dekenakan hukuman tambahan berupa  hukuman kebiri kimia.
Hal ini mendapat tanggapan beragam dari berbagai kalangan. Ada yang mendukung tidak sedikit pula yang menolak.
Menanggapi hal ini, Menteri Kesehatan Nila Moeloek menyatakan, bahwa  Kementerian Kesehatan menghormati putusan tersebut. Oleh karena itu, Kemenkes akan mengikuti dan mendukung apa yang sudah ditetapkan undang undang.
Namun, Ikatan Dokter Indonesia, menolak untuk berperan sebagai juru eksekusi kebiri. Ketua Biro Hukum Pembinaan dan Pembelaan Anggota ID, I HN Nazar mengatakan, buntut masalah terkait eksekusi kebiri kimia sudah diprediksi. Hal itu yang membuat IDI menolak tindakan tersebut sejak awal.
Nazar menjelaskan, sikap ini diambil karena bertentangan dengan kode etik dokter. Aturan itu menyatakan dokter harus jadi penyembuh. "Itu (kebiri) juga timbulkan side efect yang luar biasa. Nanti kalau kami yang suntik, nanti beberapa bulan kemudian ada side efect. Tulang keropos, sakit jantung, badan bengkak-bengkak, masa itu yang obati kami lagi," kata Nazar.
Pihak keluarga pelaku tidak sepakat atas pidana tambahan kebiri kimia dan meminta agar Aris direhabilitasi. Mereka berdalih, Â anak terakhir dari empat bersaudara tersebut memiliki perilaku berbeda dari orang lain.
"Keluarga tidak setuju atas hukuman kebiri kimia yang dijatuhkan kepada adik saya. Kondisi adik saya ini tidak normal. Setahu saya kalau orang yang tidak 100 persen itu ada hukumannya sendiri. Kalau dia ini normal tak mungkin melakukan hal semacam ini," ungkap kakak pertama Aris, Sobirin (33), Selasa (27/8).
Diwartakan oleh beberapa media, Aris sendiri menolak hukum kebiri. Karena efeknya berlaku seumur hidup. "Mending saya dihukum dua puluh tahun penjara atau dihukum mati. Setimpal dengan perbuatan saya," ungkapnya ketika ditemui awak media di Lembaga Pemasyarakatan Mojokerto Senin siang (26/8/2019).
Mengingat efek yang timbul terhadap korbannya, predator anak ini memang pantas dihukum berat. Tujuannya, selain untuk menimbulkan efek jera bagi pelakunya juga buat melindungi anak-anak, agar tidak menjadi mangsa berikutnya. Kalau pengkebirian terhadap Aris ini terlaksana, ini adalah yang pertama dilaksanakan di Indonesia.
Beberapa negara di dunia sudah menerapkan hukuman kebiri kimia ini untuk para pelaku kejahatan seksual. Amerika Serikat dan Kanada melakukannya  pada tahun 1944. Dua negara inilah pertama mempraktikkannya. Tujuannya untuk mengurangi fantasi seks dan impuls seksual pada pelaku kejahatan seksual.