Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Artikel Utama

Menyantap Buah Macang Tak Membatalkan Puasa? Kisahnya Ada di Sini

25 Mei 2019   23:25 Diperbarui: 26 Mei 2019   04:29 1047
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Apabila macang berbuah matang, saya dan teman-teman kecil  senang merayap di bawah pohonnya. Jaraknya kurang lebih satu kilometer dari pemukiman penduduk, meniti jalan setapak becek di sela-sela tumbuhan pakis. Berangkat dari rumah pagi temaram. Kalau terlambat tak akan dapat karena telah didahului bocah-bocah lain.

Kebetulan, pohon macang yang kami tuju tumbuhnya di pinggir sawah. Kalau buahnya rontok, sebagian besar tercebur ke sawah yang sudah dicangkul tetapi belum ditanami. Kedalamannya setengah betis orang dewasa, dengan air yang lebih dari cukup untuk merendam permukan tanahnya.

Sampai di lokasi langsung mencemplung ke sawah. Terus mencari sasaran dengan meraba-raba menggunakan kaki. Kalau nasib lagi mujur, insyallah rezeki menghampiri. Tak jarang pula kami pulang dengan tangan hampa. Maklum, buah macang yang rontok kadang-kadang tak sebanding dengan jumlah pengunjung.

Suatu pagi di hari pertama Ramadhan, saya dan 3 teman perempuan kecil lainnya ketibaan rejeki. Masing-masing kami memperoleh tiga biji. Ada juga yang dapat empat.

Pohon macang sedang berbunga. Sumber ilustrasi : busy.org@siren7
Pohon macang sedang berbunga. Sumber ilustrasi : busy.org@siren7
Seperti biasanya, usai  beraktivitas kami mandi di sungai. Sekalian mencuci buah macang. Puas berenang, perut mulai menagih jatah.

Sebelum pulang, kami sepakat menyantap macang terlebih dahulu. Masing-masing kami menghabiskan satu biji. Ketika bersiap hendak pulang, salah satu teman berkata, "Bukankah kita berpuasa?"

Astaghfirullah ..., baru sadar bahwa kami berpuasa. Akhirnya bingung berjamaah. Nantinya bilang apa kepada orangtua. Ngaku berpuasa? Tidak mungkin. Kemarin malam guru ngaji mengatakan, ngaku berpuasa padahal tidak puasa, dosanya dua kali lipat. Pertama dosa karena tak berpuasa, ke dua dosa berdusta.

Salah satu teman melapor kepada ibunya. Sambil tertawa sang ibu menjawab, "Kalau benar-benar lupa puasanya tidak batal. Artinya macang yang kalian makan itu rezeki dari Tuhan. Asal jangan disengaja."

Sampai di rumah, pukul setengah sembilan pagi. Di hadapan Emak saya tetap berpuasa. Namun, merasa bersalah kepada diri sendiri. Sampai tulisan ini saya tulis, pengakuan yang belum terucap itu masih terekam di memori saya. Bahkan semakin indah bila dikenang. Saya merindukannya. Andai waktu bisa diputar, saya ingin mengulangnya kembali.  

Pertanyaannya, adakah anak-anak zaman sekarang yang pengen makan macang dicari sendiri? Wallahualam bish shawab. Dikasih gratis pun belum tentu mereka mau.

Demikan kilas balik masa kecilku. Bagaimana masa kecilmu?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun