Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ini Alasannya Berpuasa Itu Ibarat Bini Bunting

9 Mei 2019   09:35 Diperbarui: 9 Mei 2019   16:20 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Musim libur sekolah, ngajak cucu ke kebun, mandi-mandi di sungai. Dokumen pribadi.

Menyelusuri keturunannya, almarhum ayahanda beliau petani tulen dan pekerja keras. Pernah jaya awal tahun 60-an karena hasil tani. Saat itu cengkeh sedang mengalami puncak keemasan. Buahnya lebat, harganya mahal.

Cowok ganteng menggoreskaret (kiri). Ditemani Brend anjing kesayangan, mundar-mandir di tengah kebun, sekalian mengecek dan membelai belai tanaman. (kanan). Dokumen pribadi.
Cowok ganteng menggoreskaret (kiri). Ditemani Brend anjing kesayangan, mundar-mandir di tengah kebun, sekalian mengecek dan membelai belai tanaman. (kanan). Dokumen pribadi.
Beda dengan bapaknya, dari muda kakek ganteng ini tak kuat bekerja. Urusan kebunnya diupah semua. Paling-paling memungut buah pinang dan kemiri yang rontok dari pokok, serta membersihkan tunas di pohon kopi.

Menggores karet, paling banyak 10 batang. Itu pun kapan maunya. Sekali seminggu atau sekali sebulan. Waktunya tak mesti pagi, siang pun jadi. 

Ketika ditanya, puasa  begini apa tak capek?

 "Berpuasa atau tidak sama saja. Yang penting tenaga tidak terlalu porsir. Kapan capek, tidur. Kamar ada, kasur stand by. Saya bukan memburuh,  bukan cari duit."  jawabnya.

Musim libur sekolah, ngajak cucu ke kebun, mandi-mandi di sungai. Dokumen pribadi.
Musim libur sekolah, ngajak cucu ke kebun, mandi-mandi di sungai. Dokumen pribadi.
"Apapun jenis pekerjaannya,  jika dilakukan  dengan tulus, tak ada malasnya. Kecuali dipaksa-paksa. Ini hobi saya. Saya senang melakukannya.  Hobi awak nulis-nulis. Yo, silakan." Dia tersenyum sambil menyalakan motornya, terus pergi.

Setiap kali dia akan berangkat, saya mengantarnya ke pintu pagar. Sekalian berpesan klasik,  supaya hati-hati di jalan dan pulangnya jangan kesorean.

****

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun