Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anda Dikritik atau Dihujat? Ini Cara Ampuh untuk Menyelesaikannya

24 Januari 2019   22:06 Diperbarui: 25 Januari 2019   11:26 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kritik lahir sebagai reaksi atas hasil aksi seseorang. Melalui kritik kita dapat mengoreksi kuantitas dan kualitas kerja yang telah kita lakukan, untuk ditindaklanjuti ke arah yang lebih sempurna.

Sebenarnya tak ada masalah dengan kritik. Asal disampaikan dengan cara yang benar. Pernah saya temui sebuah bacaan, (tak ingat sumbernya), Subtansinya kira-kira begini, Kritik itu mendekati kebenaran, karena berasal dari pendapat orang lain yang jumlahnya mungkin lebih dari satu orang. Mana mungkin seseorang bertahan dengan prinsip sendiri. Terlebih pendapat yang dikemukakan sang pengkritik didukung argumentasi masuk akal.

Sayangnya, kritik sering pula digunakan sebagai amunisi untuk menghujat. Dengan dalih demi kemaslahatan bersama, pengkritik bebas berkeliaran mengikuti perasaannya.

Pada tahun-tahun politik seperti saat ini, susah membedakan antara mengkritik dan menghujat. Perhatikanlah aksi kritikus penghuni  jagat maya, baik yang berkelas intelektual, maupun krikus  akar rumput. Terlepas objek kritikannya salah atau benar, mereka tak segan-segan melontarkan kata-kata yang kurang pantas terhadap pernyataan/buah pikir orang yang berseberangan dengannya. Seolah-olah dialah paling hebat. Padahal, dirinya belum tentu paham tentang persoalan yang sedang diperdebatkannya.

Kita tinggalkan gaya kritik di dunia maya ini dulu! Kita masuki alam nyata dalam lingkup dunia pekerjaan.

Mungkin Anda pernah punya rekan kerja/bawahan  yang hobinya membuat masalah sebagai sarana untuk menghujat.  Apa-apa yang Anda lakukan tiada yang benar di matanya. Parahnya dia merangkul teman yang lain untuk berpihak padanya. Menurut pengalaman, lazimnya penyakit ini menggerogoti pribadi yang menginginkan suatu jabatan yang tak kunjung kesampaian.

Jika jawabnya "pernah", untuk menyelesaikannya Yusuf al-Uqshari menawarkan tiga  prinsip berikut ini :

Pertama: Konsentrasi terhadap apa yang sedang Anda lakukan dengan menfokoskan fakta-fakta yang berkaitan dengan akar dan inti permasalahan yang ditimbulkan oleh pihak lain (penghujat) sebagai solusi alternatif.  Ketimbang anda terbawa dengan berbagai sikap.

Ke-dua: Jangan terhanyut oleh keinginan untuk mengkritik balik alias melawan. Jika hal itu  Anda lakukan, waktu berharga dan energi potensial Anda akan sia-sia. oleh sebab itu, putuskan keadaan tidak sehat ini.

Ke-tiga: Kosentarsi pada kemungkinan yang dapat dilakukan oleh pihak ke tiga sebagai penengah.

Yusuf al-Uqshari menyarankan, cara yang tepat untuk menghadapi prinsip ke tiga ini adalah kita tidak menyerang atau menyudutkan pihak lain (penengah), dalam kondisi sesulit apapun. Mintalah dia mengemukakan pandangan. Apabila dia melakukan hal itu, jangan menolak pemikirannya dan jangan pula menerimanya. Catat dan anggaplah itu sebagai salah satu pilihan yang ditawarkan dan sebuah kemungkinan. Lalu lihatlah kemaslahan dari semua ini.

Jika ada serangan dari pihak penengah, jangan sekali-kali anda melawan. Tahan keinginan untuk membela diri. Duduklah dengan santai. Dengarkan dengan baik mereka mengeluarkan uneg-unegnya. Setelah mereka selesai berbicara, baru anda meluruskan dan mendiskusikan hujatannya.

Gunakan pihak penengah orang yang dapat memberikan saran dan tidak memihak. Jika salah pilih, hasil akhirnya bertambah buruk. Muaranya, bukan menyelesaikan masalah, tetapi memperbesar masalah.

Lain kiat Yusuf al-Uqshari beda pula Dale Carnegie. Penulis, Pengajar, dan Motivator, asal Amerika Serikat ini mengisahkan, awalnya ia termasuk orang yang sensitif dalam menghadapi hujatan. Mula-mula dicobanya menyenangkan orang pertama yang tidak senang padanya. Efeknya, seorang lain menjadi dengki. Jika dia berbuat baik pada orang ke dua, timbul lagi pembenci  ke tiga. Demikian seterusnya.

Akhirnya Carnegie menyadari, makin banyak usahanya untuk menenangkan dan menghilangkan perasaan terluka agar terlepas dari kritik pribadi, semakin dia yakin akan mempunyai musuh lebih banyak lagi. "Akhirnya saya berkata kepada diri sendiri, 'Jika kepalamu lebih tinggi dari orang lain, kau akan dikritik oleh mereka.'  Begitu tepatnya ungkapan itu hingga membantu saya. Dari saat ke saat saya mengharuskan diri saya untuk melakukan paling baik yang bisa saya lakukan dan mengembangkan payung tua saya agar hujan kritik itu tidak akan membasahi kepala," jelasnya.

Demikian kiat yang ditawarkan oleh dua motivator hebat,  Yusuf al Uqshari dan Dale Carnegie. Anda pilih yang mana? Asal jangan pilih solusi ala Emak-emak kampung. Berpantang tidak membalas apabila dirinya dihujat duluan. Selamat mencoba.

**** 

Sumber:

Al-Uqshari, Yusuf, Hadapi Masalah Anda, Jakarta, Gema Insani Press 2005.

Carnegie, Dale, Bagaimana Menikmati Hidup dan Mengatur Pekerjaan Anda, Bandung, Pioner Jaya, Tidak ada tahun.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun