Dalam rangka urusan pernikahan keluarga, hari Kamis tanggal 09/01/19 yang lalu saya berkunjung ke Pasir Ganting. Sebuah kampung di kawasan administrasi Kenagarian Pulau Rajo (baca: Kenegerian Pulau Raja) Inderapura, Kecamatan Airpura, Kabupaten Pesisir Selatan.
Begitu memasuki kawasan penduduk, perhatian saya tersedot ke sebuah bangunan warna kuning muda berlantai tiga. Saya minta driver membelot ke sana melewati lapangan sepak bola.
Setelah jepret-jepret kami pergi. Saya bertekad mencari informasi tentang gedung yang saya singgahi barusan. Akhirnya di tempat perhelatan saya bertemu Bapak Damrah tokoh masyarakat setempat.Â
Sekarang saya tahu, bahwa bangunan berukuran kurang lebih 40 x 10 meter  tu adalah shelter untuk evakuasi warga yang terdampak bencana tsunami. Dikala itu pula saya baru ngeh, bahwa negeri tempat saya berpijak saat itu termasuk salah satu zona merah rawan gempa dan stunami dalam kabupaten terbarat Provinsi Sumatera Barat.
Selesai dibangun tiada tindak lanjut, terkatung-katung tanpa kejelasan status. Masih milik pemerintah pusatkah, atau sudah diserahkan pada provinsi atau kabupaten? Sehingga barang ini terpapar tidak terurus seperti harta tak bertuan.
Lebih lanjut bapak tiga anak itu memaparkan, "Cobalah ibu masuk dan tengok ke dalam. Semua kusen sudah keropos. Bagian puncaknya yang dirancang untuk helipad juga rusak. Buktinya ada rembesan air sampai ke lantai dua. Padahal untuk membangunnya pemerintah telah menghabiskan dana Rp 3,1 miliar."
Sebagiannya menetap di bantaran sungai Muara Sakai-Inderapura. Mereka inilah cikal bakal penduduk sekarang yang hanya berjumlah 240 Kepala Keluarga dengan 1750 jiwa.
Negeri yang berlokasi di pantai pulau Sumatera bagian barat ini diapit oleh laut dan sungai. Tak heran, 99% warganya berprofesi sebagai nelayan. Kondisi tanahnya tidak memiliki perbukitan. Tiada pula didukung oleh infrastruktur jalan yang memadai ke pusat pemerintahan Inderapura sejauh 7 kilometer. Meskipun ada, hanya batu-batu liar yang belum tersentuh oleh aspal.
Andai tsunami datang menyerang, mau menyelamatkan diri ke mana, coba! Ke kanan dikepung sungai, ke kiri diserbu ombak. Makanya, tidak berlebihan kalau kampung ini dikatakan berada di tengah gempuran hantu stunami si perenggut maut.
Atas nama masyarakat Pasir Ganting, Dang sang tokoh masyarakat minta saya menyuarakan permohonannya kepada pemerintah pusat via Kompasiana. Khususnya pada Presiden Republik Indonesia Bapak Joko Widodo, agar beliau berkenan membangun gedung shelter baru. Atau jika memungkinkan, merenovasi shelter yang sudah ada. Supaya bisa dimanfaatkan jika suatu saat masyarakat dalam kondisi darurat gempa dan tsunami.
"Musibah dapat mangancam kapan saja, Bu. Dahulu tsunami dan gempa seperti saudara kembar. Tiada tsunami tanpa gempa. Pasca gempa, kita masih sempat keluar rumah mencari tempat yang aman sebelum air laut naik.
 "Ini menyangkut keselamatan jiwa manusia, Bu. Jika pemerintah abai atau mengabai-abaikan, bukan tidak mungkin kami makhluk penghuni Pasir Ganting ini punah sampai ke anak cucu." Dang mengakhiri uneg-unegnya.
Inilah sekilas kondisi kampung dan masyarakat Pasir Ganting. Mereka adalah saudara sebangsa dan setanah air, yang sama-sama mendambakan perlindungan dari negara. Agar bebas dari kekhawatiran dan ancaman bahaya, supaya dapat beraktivitas dengan aman. Seperti warga Indonesia lainnya.Â
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H