"Tidak bayar apa-apa. Dianggap kasus gagal panen."
Kotoran ayam yang siap dipanen/dikarungi. Dokumen Pribadi.
Ketika ditanya tentang penghasilan, dengan tersipu-sipu Ibu Nurhasnah menjawab, Â "Kurang lebih 20 juta per dua bulan Bu. Di luar biaya operasional. Seperti, membersih kandang setelah panen, bongkar muat, dan sebagainya. Jika kebetulan harga daging ayam lagi naik, bisa lebih. Ada bonus lagi dari perusahaan."
Saya berdecak kagum. "Karyawannya dibayar perbulan ya?"
Kandang ayam milik tetangga Wo Mas. Dokumen Pribadi.
"Kami pakai freelance. Kapan butuh ditelepon. Untuk pemeliharaan saya puas menangani sendiri. Ini makhluk bernyawa. Harus dirawat dengan hati dan penuh kasih sayang. Ceritanya akan berbeda kalau dilakukan orang lain," jawab suami Pegawai Puskesmas Danau Kerinci itu. Â
"Mantap." Lagi-lagi saya menjempoli. Â "Apa tak ada rencana untuk menambah jumlah kandang, supaya mencapai 10 atau 15 ribu bibit per priode?"
"Pasti, Bu. Lagi ngumpul modal untuk  membeli lahan," sela sang isteri.Â
Siang hari, emak-emak dan anak-anak senang bermain di daerah peternakan sekalian mendampingi suami mereka bekerja di kandang. Dokumen Pribadi.
Saat ini Wo Mas memiliki satu unit  kandang berukuran  55 x 15 meter buat memelihara  5000 ekor ayam potong.  Untuk satu sirklus, terhitung mulai pengandangan bibit sampai akhir masa sterilisasi kandang, dibutuhkan waktu dua bulan.
Kandang dalam proses pembangunan. Dokumen Pribadi.
Tanpa terasa, hari semakin sore. Azan ashar berkumandang. Saya mohon pamit untuk pulang. Â Sepanjang perjalanan saya berpikir, andai saya belum tua, Uuuuhhh ..., pasti mengikuti jejak mereka. Lahan punya, memenuhi syarat pula. Bagaimana dengan anda? Tertarik? Jika iya, jangan tunggu hari esok! Segera hubungi PT SUM Â atau perusahaan lain di bidang yang sama di daerah Anda. Â
***
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Money Selengkapnya