Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dua Bulan Setelah Dipotret, Emak ini Tak Terlihat Lagi Batang Hidungnya

22 Desember 2018   23:47 Diperbarui: 23 Desember 2018   04:37 741
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tekuyung. Sumber Foto:httpphotobucket.com

Emak ini bernama Yuli.  Dia, suami dan anak-anaknya tinggal di desa Pulau Pandan, Kacamatan Bukit Kerman, Kabupaten Kerinci Jambi. 

Perempuan 4  anak ini adalah salah satu potret ibu bangsa pekerja keras.  Hari-hari dia berjalan kaki  kurang lebih 10 kilometer,  masuk desa keluar desa untuk berjualan lokan. (Sejenis kerang air tawar kecil-kecil yang  hidup di dalam Danau Kerinci).  Sekali-sekali dagangannya bervariasi dengan tekuyung (siput), jengkol dan apa saja yang bernilai jual. Tak heran tubuhnya terlihat kuat dan sehat.

Lokan. Sumber: web.facebook.comAnakMelayuJambi
Lokan. Sumber: web.facebook.comAnakMelayuJambi
Lokan yang sudah dikeluarkan dari cangkangnya. Dokumen pribadi
Lokan yang sudah dikeluarkan dari cangkangnya. Dokumen pribadi
Masa kehamilan tidak membuat dirinya cengeng dan berhenti beraktivitas. Begitu juga setelah melahirkan. Dia rela menggendong bayinya sembari  menawarkan dagangan  door to door. Kini anak bungsunya itu sudah besar. Dirinya telah bebas menenteng dagangan ke mana-mana tanpa menggendong anak.

Saya tanyakan padanya kenapa dia begitu semangatnya berjualan? Mengapa tidak minta dinafkahi sama suami saja? Atau suami berjualan dia mengurus rumah tangga.

Ibu perkasa ini berdalih, "Saya orangnya biasa susah, Bu. Tak enak menadah tangan pada suami. Dia hanya tukang gores karet. Penghasilannya jauh dari cukup. Tanggung jawab banyak. Anak-anak yang minta belanja sekolah, cucu yang perlu dibantu. Selagi sehat, saya mau punya uang hasil usaha sendiri. Biarlah badan saya capek asal perut anak-anak kenyang."

Suatu pagi saya coba mengangkat bawaannya. Satu kaleng bekas cat tembok 25 kilogram berisi lokan. lainnya ember plastik hitam penuh tekuyung.  Waduh, beratnya minta ampun.  Bayangkan siput dan lokan itu sama beratnya dengan kerikil.

Tekuyung. Sumber Foto:httpphotobucket.com
Tekuyung. Sumber Foto:httpphotobucket.com
Tetapi, akhir-akhir ini jika bebannya banyak begitu, perempuan yang mengaku menikah saat kelas dua SMP itu naik mobil sebatas Simpang Balai. Kemudian  dia menenteng dagangannya sambil menawarkan  kepada warga  di sepanjang jalan. Menurut dia, Andai nasib mujur sedang berpihak, baru melewati satu  desa barangnya ludes terjual. Sebaliknya kalau malang lagi melintang,  berjalan tiga kilometer menuju  dua  atau tiga desa pun belum tentu laku semua.

Berjibun kelebihan menempel pada diri wanita 42 tahun ini. Lincah, ramah dan tidak pemalu. Setelah dagangannya terjual habis, dia pulang ke desanya. Lagi-lagi dengan berjalan kaki. Jika ketemu seseorang bermotor tanpa adanya boncengan, dia tidak malu-malu minta numpang. Pernah beberapa kali dia naik motor suami saya, yang kebetulan pergi ke kebun melewati negeri tempatnya berdomisili. Anehnya,  nenek belia itu minta diturunkan jauh sebelum sampai ke alamatnya.

Terakhir saya ketemu  Ibu Yuli ini tanggal 13/10/2018 di warung gorengan tetangga. Saya tawarkan dia untuk difoto. "Nanti saya tulis kisah perjuangan "awak" di media online. Boleh, kan?"

"Mau, Bu. Silakan saya difoto. Biar orang tahu nasib saya," katanya sambil tersenyum lepas.

Klik .... Potret langsung jadi. "Cukup segini dulu. Kapan-kapan dipotret lagi pakai baju lain. Sebaiknya kaleng "awak" berisi  barang. Sekarang kan sedang kosong." 

"Hari Selasa saya ke Desa Cupak. Seperti biasa kita bertemu  pas Ibu keluar Musala setelah Salat Subuh kan?"  tambahnya.

Dokumen Pribadi.
Dokumen Pribadi.
Pagi Selasa itu, usai Salat Subuh, saya dan teman seusia  melaksanakan rutinitas berjalan kaki ke arah Desa Cupak. Minimal  3 kali seminggu kami bertemu Ibu Yuli di perempatan tak jauh dari Musala Nurul Haq tempat kami berjamaah. Selasa adalah jadwal permanennya. Sebab, bertepatan dengan hari pasar Desa Cupak.

Herannya, pagi itu nenek satu cucu itu tidak nongol-nongol. Bahkan sampai artikel ini selesai saya tulis, tak pernah terlihat lagi batang hidungnya. Saya khawatir kalau terjadi apa-apa padanya.  Sehingga dirinya tak berdaya untuk beraktivitas.

Terakhir saya mendoakan semoga Ibu Yuli sekeluarga sehat selalu, dan kembali hadir khususnya  di tengah kami yang biasa berinraksi dengan dia. Selamat Hari Emak, Semoga Emak-emak bangsa ini tetap berjaya di darat,  di laut, dan di  udara.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun