Emak ini bernama Yuli. Â Dia, suami dan anak-anaknya tinggal di desa Pulau Pandan, Kacamatan Bukit Kerman, Kabupaten Kerinci Jambi.Â
Perempuan 4  anak ini adalah salah satu potret ibu bangsa pekerja keras.  Hari-hari dia berjalan kaki  kurang lebih 10 kilometer,  masuk desa keluar desa untuk berjualan lokan. (Sejenis kerang air tawar kecil-kecil yang  hidup di dalam Danau Kerinci).  Sekali-sekali dagangannya bervariasi dengan tekuyung (siput), jengkol dan apa saja yang bernilai jual. Tak heran tubuhnya terlihat kuat dan sehat.
Saya tanyakan padanya kenapa dia begitu semangatnya berjualan? Mengapa tidak minta dinafkahi sama suami saja? Atau suami berjualan dia mengurus rumah tangga.
Ibu perkasa ini berdalih, "Saya orangnya biasa susah, Bu. Tak enak menadah tangan pada suami. Dia hanya tukang gores karet. Penghasilannya jauh dari cukup. Tanggung jawab banyak. Anak-anak yang minta belanja sekolah, cucu yang perlu dibantu. Selagi sehat, saya mau punya uang hasil usaha sendiri. Biarlah badan saya capek asal perut anak-anak kenyang."
Suatu pagi saya coba mengangkat bawaannya. Satu kaleng bekas cat tembok 25 kilogram berisi lokan. lainnya ember plastik hitam penuh tekuyung. Â Waduh, beratnya minta ampun. Â Bayangkan siput dan lokan itu sama beratnya dengan kerikil.
Berjibun kelebihan menempel pada diri wanita 42 tahun ini. Lincah, ramah dan tidak pemalu. Setelah dagangannya terjual habis, dia pulang ke desanya. Lagi-lagi dengan berjalan kaki. Jika ketemu seseorang bermotor tanpa adanya boncengan, dia tidak malu-malu minta numpang. Pernah beberapa kali dia naik motor suami saya, yang kebetulan pergi ke kebun melewati negeri tempatnya berdomisili. Anehnya, Â nenek belia itu minta diturunkan jauh sebelum sampai ke alamatnya.
Terakhir saya ketemu  Ibu Yuli ini tanggal 13/10/2018 di warung gorengan tetangga. Saya tawarkan dia untuk difoto. "Nanti saya tulis kisah perjuangan "awak" di media online. Boleh, kan?"
"Mau, Bu. Silakan saya difoto. Biar orang tahu nasib saya," katanya sambil tersenyum lepas.
Klik .... Potret langsung jadi. "Cukup segini dulu. Kapan-kapan dipotret lagi pakai baju lain. Sebaiknya kaleng "awak" berisi  barang. Sekarang kan sedang kosong."Â
"Hari Selasa saya ke Desa Cupak. Seperti biasa kita bertemu  pas Ibu keluar Musala setelah Salat Subuh kan?"  tambahnya.
Herannya, pagi itu nenek satu cucu itu tidak nongol-nongol. Bahkan sampai artikel ini selesai saya tulis, tak pernah terlihat lagi batang hidungnya. Saya khawatir kalau terjadi apa-apa padanya. Â Sehingga dirinya tak berdaya untuk beraktivitas.
Terakhir saya mendoakan semoga Ibu Yuli sekeluarga sehat selalu, dan kembali hadir khususnya  di tengah kami yang biasa berinraksi dengan dia. Selamat Hari Emak, Semoga Emak-emak bangsa ini tetap berjaya di darat,  di laut, dan di  udara.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H