Sampai di dalam, ada pula permainan tertentu berbayar tambahan. Salah satunya, membuat pasport mainan  yang dibandrol angka Rp 85.000.
 Hati saya berbisik ngaur, "Salah sendiri bermental  konsumtif. Kenapa bukan kita yang menyediakan layanan. Biar dapat uang  banyak dan jadi melioner. He he ... Bukan menghamburkan duit menambah kayanya kaum kapitalis.  Atau main rumah-rumahan beratap daun pisang saja  kayak zaman  saya 60 tahun lalu. Nyalakan api menggunakan kayu bakar, pasang tungku dari batu, masak-masakan pakai tempurung  kelapa, tanah dan pasir sebagai berasnya. Main suntik-suntikan, sekolah-sekolahan dan aneka mainan lainnya juga bisa."
Ya, sudah. Nenek Ndeso seperti saya  cocoknya tinggal di kampung saja. Zaman sekarang mau beli-beli  semua ada. Toko-toko berseliweran di  setiap sudut  desa. Mulai toko pakaian, sampai ke bahan makanan. Yang penting punya  duit, infrastruktur bagus, internet standby 24 jam.
Kediaman saya hanya 14 kilometer dari ibukota Kabupaten. Tetapi saya lebih senang  belanja di desa. Harganya sama  bahkan ada yang lebih murah dibandingkan di kota. Ini dapat dimaklumi,  karena barang diantar langsung ke alamat oleh distributor. Pedagang pengecer tidak memikirkan kontrakan karena mereka berjualan di ruko sendiri.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H