Bagi saya, hadir diperhelatan sekelas Kompasianival 2018 merupakkan traveling jiwa yang mengasyikkan. Selain ganti-ganti pemandangan, menambah wawasan, bersilaturrahmi dengan dengan sobat kompasianers setanah air dapat memberikan energi positif untuk menjalani hari-hari berikutnya.
Semula saya mengganggap ajang kopi darat yang diselenggarakan di Lippo Mall Kemang Jakarta ini hanya dihadiri oleh bloggers dan warganet Kompasiana saja. Ternyata, di sana berhimpun bloggers, youtubers, penulis, dari puluhan komunitas dan penggiat literasi lainnya.
Apa saja manfaat yang saya peroleh pada pesta tahunan Kompasiana tersebut? Berupa materi tentu saja tidak ada. Namun pertemuan yang penuh kekeluargaan ini membuat saya berbahagia. Yang tak dapat dibayar dengan uang.
Bertemu Pejabat Penting
Sesuai jadwal, panggung Kompasianival  disemarak oleh kehadiran tokoh-tokoh  penting dan kompeten di bidangnya sebagai nara sumber. Dua darinya Gubernur DKI Bapak Anies Baswedan, dan Menteri Ketenagakerjaan, Hanif Dhakiri.
Saya saja manula mendekati kepala tujuh, seakan mau memutar roda usia ini mundur dua atau tiga puluh tahun ke belakang. Agar dapat bersaing di era yang penuh tantangan ini.
Di  antara sekian banyak wejangan dari Pak Hanif, satu yang paling membekas di benak saya. "Facebook adalah perusahaan media terbesar di dunia. Tidak punya jurnalis.Â
Siapa Jurnalisnya? Kalian semua. Kita semua, yang menjadi  jurnalis sukarela. Gak usah dibayar. Nge-upload semua, mulai dari berita sedih sampai berita senang. Mulai dari hal buruk sampai ke hal baik ...."
Meskipun harus diakui juga bahwa ada segelintir orang  yang memetik keuntungan dari rupiah-rupiah yang telah mereka hamburkan untuk membeli pulsa. Mereka adalah individu-individu yang responsif terhadap perubahan zaman.
Jumpa Kangen dengan Kompasianers
Sebelum acara dimulai, saya menggunakan trik jemput bola. Asal terlihat wajah-wajah yang mirip poto profil yang pernah saya kenal, saya langsung merapat, mengulurkan tangan sekaligus mengenalkan diri.Â
Reunian Bersama Rekan Sekomunitas  Lain
Momen penting ini mepertemukan saya dengan dinda Umi Sakdiyah Sodwijo, salah satu member Komunitas Bisa Menulis (KBM) yang sekaligus Kompasianer.Â
Selama ini kami cuma berinteraksi via facebook. Kini, kehangatan pelukannya benar-benar menempel sampai ke lubuk hati paling dalam.Â
Berkenalan dengan Mbak Nindy
Ini adalah keberkahan yang tiada tara atas kebersamaan saya dan Umi Sakdiyah yang cepat tanggap.Â
Melihat tayangan di layar monitor bahwa yang sedang diwawancarai host adalah Mbak Nindy Editor Kompasiana, Umi langsung mengajak saya merayap di sela kepadatan pengunjung, mencari di mana gerangan wanita cantik itu ngumpet.Â
Teringat filosofi bapak dan ibu guru di sekolah. Yang paling diingat guru di antara ribuan siswa pernah diasuhnya berada pada tiga "level paling". Pertama peserta didik paling pintar. Kedua, siswa paling bandel, dan ketiga siswa paling bodoh.Â
Nah, boleh jadi Mbak Nindy mengenal saya karena tulisan saya yang paling jelek dan bikin kepalanya pusing. Hm ....Â
Ngopi Bareng Kompasianer dari Seluruh Indonesia
Hari merangkak sore, perut mulai keroncongan. Â Saya merapat ke lesehan beralaskan karpet hijau. Posisinya di sudut area kompasianival.Â
Di sana pihak penyelenggara menggelarkan snack beserta kopi dan teh hangat. Mereka menamakannya Kompasianer Zone. Ruang tersebut  sengaja dikondisikan sedemikian rupa, guna memjembatani  dialog sesama Kompasianer yang hadir. Oh, ya ada juga permainan, untuk bagi-bagi hadiah.
Sayangnya, saya dan Umi Sakdiyah terlambat datang. Sehingga tak tahu persis hal penting apa yang menjadi topik obrolan mereka.
Kami berdua memilih duduk di meja lain, menyantap sayur asin buatan ibunda Mas Reno. Dalam hati saya berencana, "Habis minum, saya ikut mengerubungi Pak Hanif."
Di sela itu, saya masih gencar menambah kenalan dengan menanyakan identitas siapa saja yang berada di sekeliling saya. Wajah mereka berbinar. Tanpa adanya sekat antara satu dengan lainnya. Entah dia seorang birokrat, dosen, atau profesional berilmu tinggi. Gelak tawa pun berderai-derai.
Pak Hanif mengehentikan langkahnya. "Oh, ya. Â Mau difoto atau selfie?"
"Selfie aja Pak." Jawab Umi Sakdiyah.
"Biar saya yang nekan. Nenek di sebelah sana," kata Pak Hanif.Â
Klik ... Foto pun jadi.
Sungguh di luar dugaan. Â "Menteri Jaman Now" ini rendah hati. Semoga Allah memberkahi setiap langkah kaki Pak Hanif dalam berbuat kebajikan demi negara dan bangsa Indonesia tercinta ini. Amiin ....
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H