Kabau atau jering hutan adalah salah satu tumbuhan daerah tropis yang dikenal oleh sebagian bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Sumatera. Sejawatnya pete, jengkol, dan lamtoro atau petai cina. Tak heran, keempatnya memiliki aroma yang sama. Namun, apabila diadu kontes bau, juaranya pasti jatuh pada kabau.
Daun dan pohonnya mirip jengkol, buahnya bulat memanjang berwarna hijau seperti kacang polong. Dalam satu polong, memuat 8-12 biji kabau yang tersusun rapi. Lazimnya, tumbuhan yang bernama latin pithecolobium ellipticum ini ditanam di kebun. Namun banyak juga yang tumbuh liar di hutan.
Tahun enam puluhan, saya diboyong orangtua merantau di Desa Bakir Tapan, Sumatera Barat. Apabila kabau lagi musim, saya dan teman-teman sebaya sering ikut warga setempat mencari buah kabau di rimba raya. Berjalan kaki melewati jalan setapak yang jauh dan jauh sekali. Sekarang saya berpikir, mungkin hutan tersebut tidak bertuan.
Rupanya memanen dengan cara seperti itu telah menjadi tradisi bagi masyarakat di sana. Sekarang mungkin hutan tersebut sudah beralih fungsi menjadi perkampungan atau perkebunan sawait. Ah, biarlah kenangan itu berlalu. Bila diungkit-ungkit, dunia ini terasa pahit. Namun indah bila dikenang.
Kembali ke masalah kabau. Manfaat dan mudaratnya bagi tubuh manusia.
- Manfaat
Tiada satu pun ciptaan Allah di muka bumi ini tanpa memberi manfaat. Katakan saja tumbuhan jelatang yang daunnya terkenal beracun dan ganas. Jangan dikira tiada berguna.Â
Konon pada zaman penjajahan, tentara kolonial ragu masuk ke kampung kami. Karena di sana terkenal banyak tumbuhan jelatang. Jadi, warga setempat tak perlu terlalu khawatir. Negeri mereka jarang didatangi tentara Belanda.
Begitu pula dengan kabau. Buah mudanya dijadikan lalapan yang membangkitkan selera makan. Setelah tua, diolah menjadi berbagai sambal. Misalnya digoreng garing balado bercampur ikan salai kecil-kecil atau teri, disantap bersama nasi hangat. Selain itu sebagai campuran sambal kelapa atau serundeng dan lain sebagainya.Â
Khasiatnya, melancarkan buang air besar, mengobati diabetes, dan mencegah jantung koroner. (www.odzal65.com.)
- Mudharat
Di samping rasanya yang sedap dan bermanfaat bagi tubuh manusia, buah kabau dapat pula berdampak negatif bagi kesehatan. Terlebih jika dikonsumsi dalam jumlah berlebihan.
Allah berfirman, makan dan minumlah, dan jangan berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan. (QS Al-A'raf; 31). (c)
Menurut pengalaman, di antara keempat sayuran sejenis (jengkol, petai, kabau, dan petai cina), yang paling royal meninggalkan efek samping adalah kabau. Orang kampung saya bilang dikabek kabau (kabek = ikat atau jerat, bahasa Minang).Â
Istilah kabek berlaku juga untuk jengkol dan petai. Belum pernah terdengar dikabek lamtoro. Sebab lalapan ini minim efek samping. Biar lebih menasional, barangkali lebih tepat disebut "keracunan" kabau.
Bila teringat, saya mau mengutuk "zaman itu". Karena kondisinya yang serba miskin. Miskin ilmu, miskin harta. Untungnya batang usia ini tetap tinggi dan sampai kini telah menua.
Sampai sekarang, saya membatasi diri dengan empat menu ini. Paling, kabau 3 biji, jengkol sebiji atau dua keping (untuk satu kali makan). Petai kurang doyan. Petai cina buah mudanya enak dilalap. Tapi saya mengonsumsi alakadarnya saja.
Masih menurut pengalaman, keracunan kabau lebih bisa diajak berdamai. Sembuhnya lumayan cepat. Paling sehari atau semalam. Jika dibandingkan keracunan jengkol, dua hari belum tentu sembuh kalau tidak ditangani tenaga medis. Dan yang lebih ganas adalah keracunan petai. Sama seperti keracunan jengkol, disertai pula muntah-muntah. Memang, keracunan petai ini kejadian langka. Setidaknya tetangga saya pernah mengalaminya.
Berapa pun bersihnya gigi digosok, aroma dari dalam tak bisa berbohong. Mengganggu teman sebelah. Belum lagi bau kamar mandi dan WC. Pesing kayak kencing kerbau.
Kalau kurang waspada, penyuka kabau, jengkol, petai, dan petai cina dijuluki cewek atau cowok bau jengkol. Karena serangan yang paling santer dipakai untuk melabeli penyuka empat sayuran tersebut adalah menggunakan nama "jengkol". Makanya, tidak semua orang punya hobi makan benda yang nyaris bau karbit ini.
Selamat menikmati sambal kabau. Hari ini dan besok libur. Silakan makan sepuasnya. Senen masuk kantor baunya sudah bablas.
****
Referensi :
- Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta.
- www.odzal65.com. https://islamqa.info
- Departemen Agama RI, Al-Qur’an Per Kata Tajwid Warna Robbani, PT.urya Prisma Sinergi, Jakarta, (Tidak ada tahun).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H