Terlepas dari apakah cerita tersebut fakta atau mitos, saya tidak membahasnya. Fokus saya menelusuri masalah, mengapa mak-mak Inggris suka membawa bayinya jika pergi ke luar rumah.
Setelah saya tanyakan kepada mahasiswa Indonesia yang kuliah di sana, ada tiga alasan yang saya catat. Antara lain:
Tidak punya pembantu
Di Inggris, majikan wajib membayar pekerja sesuai upah minimum, sebesar £ 7.00 per jam. Apakah dia ART atau karyawan perusahaan. Kalau tidak, apabila ketahuan oleh pihak terkait, bosnya bisa dipenjara.
Hari kerja, Senin sampai Jumat. Jika seorang karyawan bekerja 8 jam per hari, setiap minggunya 40 jam. Maka ia wajib dibayar per minggu Rp 5,5 juta lebih. (Mei 2015, Kurs 1 £ = Rp 19.727). Sekiranya tuan rumah di tempat kerjanya digaji dalam jumlah jam dan hitungan yang sama, ART-nya dibayar pakai apa.
Untuk diketahui, gaji ini tidak sepenuhnya dinikmati pekerja, karena 25% dipotong pajak, belum lagi jaminan hari tua dan asuransi kesehatan. Namun, jika dibandingkan dengan upah minimum dan gaji PNS di Indonesia, masih amat lumayan. Tergantung bagaimana kecerdasan seseorang mengelolanya.
"Saya bekerja 40 jam per minggu. Meskipun biaya hidup terbilang tinggi, bila dibandingkan dengan di Indonesia hasilnya cukup memadai. Karena tanpa membayar pembantu, Â saya bisa menabung", ujar Dede salah seorang tenaga kerja asal Indonesia.
"Belum lagi di segi kepuasan. Sekali tiga bulan perusahaan memberikan reward kepada karyawan yang memiliki prestasi kerja baik. Hal ini belum pernah saya peroleh selama delapan tahun mengabdi di tanah air,"  tambahnya.
Tradisi bersenang-senang
Sebagian besar orang Inggris suka berleha-leha. Mungkin dengan keluar rumah bersama anak-anaknya, kecanduan mereka untuk bersantai ria sedikit terobati.
Tradisi suka bersantai ria ini berdampak negatif pada tantanan kehidupan masyarakatnya. Berapa pun besar gaji yang mereka terima tidak terlalu berimbas pada perbaikan ekonomi karyawan. Habis gajian bayar kontrakan, minum-minum di bar dan ke tempat hiburan lainnya.