Bagi perempuan kerempeng seperti saya, bepergian membawa bayi tanpa didampingi suami serasa beban yang amat berat. Terlebih di pusat-pusat keramaian seperti pasar.Â
Beda dengan emak-emak bule Inggris. Mereka dan bayinya happy-happy saja dan tetap fresh, tampil gaya seperti ibu-ibu lainnya, meskipun tanpa ditemani suami.
Tetapi mereka tidak direpotkan dengan urusan gendong menggendong. Mama-mama cantik itu dengan santainya mendorong dan menyeret stroller berisi bayi. Tak jarang satu stroller memuat dua atau tiga bayi bahkan sampai empat.
Enaknya, bocah-bocah itu tak pernah rewel dalam kondisi apa pun. Naik turun angkutan umum, menunggu orang tuanya antre di salon atau di kasir. Termasuk diguyur gerimis kecil di alam terbuka.
Kalau boleh saya menyimpulkan, bayi bertingkah dalam stroller adalah peristiwa langka. Sebulan saya di sana hanya sekali menemui bayi menangis di stroller dalam bus umum.
Pengalaman saya mengurus anak kecil, apabila sudah mampu merangkak atau berjalan sendiri, berpantang mau terikat dalam waktu yang relatif lama.
Anehnya, ibu-ibu di sana tidak menggunakan storoller untuk membawa bayi di bawah satu bulan. Tetapi digendong pakai gendongan seperti perempuan di tanah air umumnya.
Selaku nenek udik, saya kaget ke level tinggi. Kok tega ya? Bayi yang baru beberapa hari lahir, dibawa keluar rumah.Â
Di kampung saya, Sumatera Barat sana dan di kalangan orang Melayu umumnya, jangankan anak orok yang masih anyir, bocah setahun pun jarang diajak ke tempat orang ramai. Alasannya takut pelesit atau palasik (Bahasa Minang).
Konon palasik adalah manusia yang memiliki ilmu hitam tingkat tinggi. Makanannya anak balita, dengan cara menghisap darah mereka melalui ubun-ubun.
Korbannya akan lemas, menceret, muntah, demam, yang ditandai dengan ubun-ubunnya cekung dan bergerak-gerang turun naik. Makhluk yang sangat ditakuti ibu-ibu ini suka beroperasi di tempat-tempat umum dan pusat keramaian, tanpa terlihat oleh siapa pun.
Terlepas dari apakah cerita tersebut fakta atau mitos, saya tidak membahasnya. Fokus saya menelusuri masalah, mengapa mak-mak Inggris suka membawa bayinya jika pergi ke luar rumah.
Setelah saya tanyakan kepada mahasiswa Indonesia yang kuliah di sana, ada tiga alasan yang saya catat. Antara lain:
Tidak punya pembantu
Di Inggris, majikan wajib membayar pekerja sesuai upah minimum, sebesar £ 7.00 per jam. Apakah dia ART atau karyawan perusahaan. Kalau tidak, apabila ketahuan oleh pihak terkait, bosnya bisa dipenjara.
Hari kerja, Senin sampai Jumat. Jika seorang karyawan bekerja 8 jam per hari, setiap minggunya 40 jam. Maka ia wajib dibayar per minggu Rp 5,5 juta lebih. (Mei 2015, Kurs 1 £ = Rp 19.727). Sekiranya tuan rumah di tempat kerjanya digaji dalam jumlah jam dan hitungan yang sama, ART-nya dibayar pakai apa.
Untuk diketahui, gaji ini tidak sepenuhnya dinikmati pekerja, karena 25% dipotong pajak, belum lagi jaminan hari tua dan asuransi kesehatan. Namun, jika dibandingkan dengan upah minimum dan gaji PNS di Indonesia, masih amat lumayan. Tergantung bagaimana kecerdasan seseorang mengelolanya.
"Saya bekerja 40 jam per minggu. Meskipun biaya hidup terbilang tinggi, bila dibandingkan dengan di Indonesia hasilnya cukup memadai. Karena tanpa membayar pembantu, Â saya bisa menabung", ujar Dede salah seorang tenaga kerja asal Indonesia.
"Belum lagi di segi kepuasan. Sekali tiga bulan perusahaan memberikan reward kepada karyawan yang memiliki prestasi kerja baik. Hal ini belum pernah saya peroleh selama delapan tahun mengabdi di tanah air,"  tambahnya.
Tradisi bersenang-senang
Sebagian besar orang Inggris suka berleha-leha. Mungkin dengan keluar rumah bersama anak-anaknya, kecanduan mereka untuk bersantai ria sedikit terobati.
Tradisi suka bersantai ria ini berdampak negatif pada tantanan kehidupan masyarakatnya. Berapa pun besar gaji yang mereka terima tidak terlalu berimbas pada perbaikan ekonomi karyawan. Habis gajian bayar kontrakan, minum-minum di bar dan ke tempat hiburan lainnya.
Sekali dalam sekian bulan jalan-jalan ke luar negeri. Jadi, jangan dikira turis-turis asal UK yang berkunjung ke Bali atau daerah lainnya di Indonesia, semuanya melioner. Sebagiannya bermodal dari pinjaman bank atau di lembaga khusus pinjaman. Habis  jalan-jalan nyicil utang. Â
Didukung kenyamanan berlalu lintas dan fasilitas umum lainnyaÂ
Angkutan umum yang lazim digunakan masyarakat Inggris adalah bus, kereta listrik. Taksi juga ada. Di Birmingham, umumnya bus yang beroperasi berwarna merah milik perusahaan besar National Express.
Pelayanannya bagus, harga tiketnya terjangkau. Cukup sekali beli tiket bebas bepergian selama 24 jam. Siapa yang tidak senang memanjakan diri minimal sekali seminggu. Saya juga mau.
Untuk memudahkan naik turun bus, tinggi lantai bus stop disesuaikan dengan kebutuhan. Begitu bus berhenti, lantainya diturunkan sehingga sama rata dengan permukaan trotoar.
Cukup sedikit mendorong stroller. Dalam hitungan detik kereta bayi masuk ke dalam mobil. Di dalam bus, disediakan ruangan khusus untuk stroller. Hal ini juga berlaku bagi penyandang disabilitas pengguna wheelchair.
Dan yang tak kalah nyamannya, di tempat-tempat umum seperti di mal, kawasan wisata, dan lain sebagainya difasilitasi dengan toilet yang bersih, ruang ganti popok dan menyusui.
****
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H