Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ritual Pelepasan Calon Jemaah Haji dalam Tradisi Masyarakat Kerinci

27 Juli 2018   22:26 Diperbarui: 28 Juli 2018   18:22 2324
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Calon Jamaah Haji keluar dari Masjid usai upacara pelepasan oleh masyarakat desa (dikumen pribadi)

Menunaikan haji ke tanah suci adalah idaman setiap umat muslim. Paling tidak sekali dalam seumur hidup. Namun tak semua orang dapat melakukannya dengan beragam alasan. Diantaranya, belum mampu di segi biaya, dan tidak kuasa alasan kesehatan, usia, dan lain sebagainya.

Beruntunglah umat muslim yang dapat menjalankannya. Terlebih zaman sekarang, mengingat banyaknya peminat, calon yang sudah mendaftar harus sabar menunggu dalam waktu yang cukup lama. Enaknya, proses pendaftarannya sangat mudah. Kesempatan pun terbuka untuk semua umat Islam. Apakah dia tukang kebon buta huruf, tukang parkir, tukang tahu, dan tukang-tukang lainnya sampai ke pejabat tinggi Negara.

Era enam puluhan, berhasil menunaikan ibadah haji sudah merupakan pencapaian luar biasa dalam kehidupan seorang muslim.  Karena selain susahnya mengumpulkan dana, untuk mendaftar saja sulitnya minta ampun. Ada tiga orang yang pernah curhat dengan saya.  Kalau beliau-beliau itu sudah melunasi setoran. Namun gagal berangkat. Saat saya tanyakan nyangkutnya di mana, mereka tidak dapat menjelaskannya.  Yang pasti, zaman itu  informasi amat jauh dari jangkauan. Ketiganya mengaku tertipu oleh oknum yang tidak bertanggung jawab. Sepersen pun uangnya tidak dikembalikan.

Sekalipun lolos dari penipuan, untuk mencapai kota Mekah itu melalui perjuangan yang maha berat. Butuh  waktu berbulan-bulan  naik kapal laut. Tak heran sebelum calon jamaah berangkat, kaum kerabat melepaskan  mereka dengan  doa dan ritual-ritual eksklusif.  

Sekarang  zaman telah berubah. Seremoni  tersebut masih dipelihara. Sebagian berpendapat, tidak afdhol keberhajian seseorang tanpa adanya  upacara pelepasan formal dari keluarga. Tradisi ini telah  membudaya dalam masyarakat Muslim, khususnya di Kabupaten Kerinci.

Upacara pormalitas yang di maksud adalah,

  • Walimatus safar

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Menyelenggarakan walimatus safar atau perjamuan sebelum berangkat haji merupakan  salah satu tradisi umat muslim tanah air. Orang  kampung menyebutnya syukuran atau kenduri haji.  Pada hakekatnya, selain bersedekah, dalam kesempatan tersebut  calon jamaah menyampaikan pesan pamit dan permintaan maaf kepada kerabat dan warga setempat  jika ada kesalahan selama bergaul. Dan, tak kalah penting mohon  doa restu semoga diberikan kemudahan dalam menjalankan ibadah haji sesuai tuntutan syarat dan rukun.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Lazimnya, walimatus safar diselenggarakan di rumah calon jamaah masing-masing. Alasan efektifitas dan ekonomis, akhir-akhir ini masyarakat beberapa desa di daerah Danau Kerinci  berinisiatif  menyelengarakan  perjamuan secara kolektif di desa dan masjid  masing-masing. Biaya konsumsi digotong bersama oleh calon jamaah.

Namun, masih ada juga yang merasa belum khusuk.  Mereka rela mengeluarkan dana jutaan rupiah  buat melaksana ulang  di kediamannya masing-masing. "Yang penting hati puas. Uang dapat dicari. Bukankah jauh-jauh hari kita sudah siap lahir dan batin?" ungkap salah seorang calon Jamaah.

  • Batale

Masyarakat Kerinci sedang mendendangkan tale khusus pelepasan Calon Jamaah Haji (youtube.com)
Masyarakat Kerinci sedang mendendangkan tale khusus pelepasan Calon Jamaah Haji (youtube.com)
Tale adalah  lagu kesenian daerah Kerinci, yang dinyanyikan dalam berbagai acara. Mulai dari upacara adat,  gotong royong serentak menandakan masyarakat mulai turun ke sawah, pesta pernikahan, sampai ke  saat bekerja di sawah dan upacara keagamaan. Termasuk meramaikan calon jamaah haji  mendekati hari kepergiannya ke Mekah Al-Muqarramah.   Syair/pantunnya diselaraskan dengan kebutuhan.

Biasanya, sebulan menjelang tanggal keberangkatan, secara bergantian grup tale menawarkan diri untuk bertale di kediaman calon jamaah. Personelnya ibu-ibu dan bapak-bapak yang bersuara merdu. Dimulai setelah shalat Isya sampai tengah malam.

Dahulu, pertama masuk ke daerah Kerinci, saya pernah menangis  sendiri di dalam selimut. Teringat badan sebatang kara di rantau orang.  Kenapa tidak. Dari jauh sayup-sayup irama tale membelah sunyi.  Entah kenapa.  Saat itu bisa-bisanya diri ini terbawa perasaan. Padahal saya belum mengerti pantun apa yang mereka dendangkan, jaraknya pun jauh entah berapa kilo meter dari kediaman saya, yang berbatas dengan lahan sawah.

Rupanya,  tukang tale berkisah tentang perjalanan haji dan rangkaian-rangkaian  ibadah yang akan diamalkan kelak selama berada di Tanah Haram. Sedangkan di antara  orang-orang yang berkisah sendiri belum pernah menginjakkan kakinya di tanah Arab. Mereka hebat  luar biasa.

Setiap desa punya grup tale tersendiri. Makanya hampir tiada gelap tanpa tale melewati malam bulan Zulkaedah .

Mulai zaman saya (2009), dalam kegiatan manasik, pihak penyelenggara haji dalam hal ini karyawan Kementrian Agama yang ditunjuk, mengimbau agar kegiatan pertalean dihentikan. Minilal dikurangi. Cukup satu atau dua kali saja. Alasannya, agar tidak mengganggu tidur calon jamaah yang dikhawatirkan berefek buruk pada kesehatannya.

Larangan tersebut suatu kemustahilan. Siapa yang berani menolak, jika ada tamu yang mau datang. 

  • Pelepasan resmi dari masyarakat

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Pagi sebelum jamaah meninggalkan desa, para tetangga, kerabat dan handai taulan  shalat Subuh bersama di rumah masing-masing calon. Usai berkemas dan sarapan pagi, jamaah diarak menuju Masjid untuk berkumpul bersama anggota lainnya. Tangis haru sanak keluarga pecah setelah suara azan berkumandang di depan pintu, calon haji siap  meninggalkan pekarangan.

Sempai di Masjid acara, dimulai dengan kata sambutan berisi pesan dan pelepasan dari perwakilan ulama atau tetua. Ditutup dengan doa dan bersalam-salaman. Azan berkumandang untuk kedua kalinya di depan pintu Masjid, mengantarkan jamaah beranjak pergi.

Dari Masjid, calon jamaah diarak lagi ramai-ramai dengan salawat dan zikir menuju jalan raya. Di sana mobil angkutan siap menanti membawa rombongan ke ibu kota kabupaten. Selanjutnya bergabung dengan jamaah dari kecamatan lain. 

Acara belum berakhir. Masih ada agenda yang harus mereka ikuti. Yakni, kegitan pelepasan oleh Bupati dan Kepala Kantor Kementrian Agama Kerinci.

Sebagai informasi tambahan, gara-gara ikut berpartisipasi, pada hari keberangkatan jamaah haji tidak seorang pun murid SD yang  hadir ke sekolah (khusus desa saya). Sampai berbusa pun mulut Bapak dan Ibu Guru menyerukan, agar tetap ke sekolah dan belajar seperti biasa, mereka tidak mengubris. Kondisi ini telah berlangsung sejak dahulu kala. Sehingga telah membudaya dan mendarah daging. Semoga tahun ini  hal serupa tidak terulang. Karena  rencana  jamaah bertolak dari kabupaten, Selasa malam tanggal 7 Agustus 2018. Berarti pelepasan dari desa dilaksanakan Selasa sore, di luar jam sekolah.

Dokumen pribadi
Dokumen pribadi
Sibuk, memang iya. Namun di sini pula seninya. Tak seru  tanpa adanya ribet-ribetan. Justru keunikan ini pula yang menjadi daya pikat sebagian  para perantau Kerinci.  Mereka sengaja pulang ke kampung  halaman untuk mendaftar dan berangkat haji.  Terlebih perantau dari Malaysia.  

Pertanyaannya, dengan adanya ritual begini padhilah apa yang diperoleh jamaah, selain pahala ibadah haji yang  diberikan oleh Allah SWT?  

Berkaitan dengan butir 1, saya mengutip dari artikel Hengki Ferdiansyah (NU Online, 14 Agustus 2016), Tradisi walimah safar yang dilakukan masyarakat Nusantara  sangat baik. Pada saat itulah momen berbagi kepada sesama masyarakat atas kesempatan dan nikmat yang diberikan Allah SWT. Dan ajang meminta doa kepada sanak saudara supaya diselamatkan selama menjalankan ibadah haji. Apa lagi tidak semua orang diberikan kesempatan untuk berhaji.

Khusus butir 2-3, saya belum menemui ayat atau hadis yang menghalalkannya. Justru sebagian ulama menentang, dan menganggapnya bid'ah karena tidak disyari'atkan oleh Islam. Yang penting, pulang dari Mekah, jamaah membawa dan memegang teguh predikat Haji Mabrur. Menunjukkan perubahan sikap ke yang positif, baik beribadah kepada Sang Khalik maupun akhlakul karimah terhadap sesama manusia. Sehingga menjadi contoh tauladan bagi muslim lainnya. Demikian saran salah seorang ulama yang pernah saya ikuti ceramahnya sebelum berangkat haji sembilan tahun lalu.

 

 

 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun