Mohon tunggu...
Nursini Rais
Nursini Rais Mohon Tunggu... Administrasi - Lahir di Pesisir Selatan, Sumatera Barat, tahun 1954.

Nenek 5 cucu, senang dipanggil Nenek. Menulis di usia senja sambil menunggu ajal menjemput.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Stop Mencari Menantu Idaman Kalau Tak Mau "Dilangkahi" Anak

24 Juli 2018   22:26 Diperbarui: 26 Juli 2018   13:10 1983
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Menantu idaman tidak selamanya berasal dari pernikahan putra/putri kesayangan yang direstui orangtua.  Adakalanya dia hadir melewati badai kebencian dan penolakan dari keluarga pasangan yang menikah.

Tak percaya? Ikuti kisah berikut! Tahun 1974, teman  sekolah sekaligus tetangga kos saya (Sy),  bertunangan dengan  seorang pemuda. Menjelang calon suaminya menyelesaikan kuliah di luar Sumatera, dia menuntaskan pendidikannya di SPG. Oleh calon mertua Sy diajak tinggal bersama mereka di rumah pribadinya di Kota. Alasannya, daripada ngontrak.

Atas persetujuan ayah bundanya, Sy menerima tawaran tersebut. Pasalnya, selain terkait dengan perjodohannya, kedua keluarga memiliki hubungan famili. Lagi pula untuk bolak-balik dari desa Sy ke sekolahnya  sangat tidak mungkin. Karena jarak yang relatif jauh. Yakni 20 kilometer. Zaman itu, transportasi andalan hanya sepeda dan andong. Sedangkan dari rumah calon mertuanya kurang lebih tujuh menit jalan kaki ke kampus SPG.

Selama bergabung dengan keluarga calon mertua, Sy diperlakukan seperti  anak sendiri. Dimasakin, dikasih uang jajan, dan sesekali dibelikan pakaian. Mungkin dengan hadirnya  Sy, kerinduan mereka memiliki anak perempuan terobati. Rumah tangga tersebut hanya punya dua anak laki-laki. Satu kuliah di Jawa, lainnya kelas dua STM.

Saya ngiri. Semasa itu kehidupan saya pahit melilit di tengah perekonomian orangtua yang minim.

Setelah keduanya lulus, mereka  menikah. Tinggal di rumah petak milik mertua,  yang dibatasi dinding papan antara bangunan utama. Tapi lumayan bagus sesuai zamannya.

Anak dan menantu idaman. (dokumen pribadi)
Anak dan menantu idaman. (dokumen pribadi)
Belum genap setahun, kondisinya berubah total. Sy dan ibu mertuanya sering cekcok. Hampir saya tak percaya. Rumah tangga mereka direcoki perselisihan. Karena  dahulu Sy begitu istimewa di mata mertuanya. Dan, sebelum bertunangan sepasang insan itu sudah lama berpacaran,  yang mendapat dukungan dari  keluarga masing-masing. Satu ganteng lainnya cantik. Sama-sama anak orang berada pula. Kurang apa, coba!

Diisukan beberapa kali biduk rumah tangga mereka oleng. Penyebabnya, campur tangan orang ke tiga. Desas-desus tersebut sunyi dari permukaan setelah ibu mertuanya meninggal dunia.

Kisah Lain yang Mengharu Biru  

Tak mendapat restu dari orangtua untuk mempersunting gadis pilihannya, seorang pemuda nekat menikah diam-diam. Peristiwa tersebut terbongkar saat seorang wanita cantik menggendong bayi enam bulan turun bus dan mampir di sebuah warung. Katanya dia datang dari kabupaten tetangga mencari lelaki bernama D. Saat ditanya identitasnya, perempuan belia tersebut mengaku sebagai isteri dari lelaki yang dia cari.

Masyarakat setempat kaget. Sepengetahuan mereka  D masih bujangan. Kabar mengejutkan itu tercium oleh ibunda D. Dia mendatangi lokasi. Apa yang terjadi?  Nenek 50 tahun tersebut marah besar. Dia tidak terima wanita yang tidak tahu asal-usulnya tersebut sebagai menantu. Dan, dengan tegas menolak mengakui bayi perempuan dalam gendongan ibunya saat itu sebagai cucunya.

Beberapa hari  ibu muda tersebut terlunta-lunta, numpang nginap di rumah salah satu penduduk. D sendiri tidak diperkenankan ibundanya untuk bertemu. Ancaman kutukan baginya  apabila berani melanggar.

Sanak keluarga D hadir sebagai penengah. Maka diadakan musyawarah dalam keluarga. Diperoleh kesepakatan, ibunda tercintanya  mengizinkan D membawa pulang anak isterinya. Meski  garis keengganan  tertoreh di wajah  sang bunda.

Perjuangan si menantu belum berakhir. Namanya saja diterima atas dasar keterpaksaan. Beberapa bulan  kehidupan rumah tangganya terombang-ambing. Apa-apa yang dilakukannya sering menjadi bulan-bulanan tempat melemparkan kesalahan. Agaknya tidak elok saya menguraikannya terlalu mendetil. Takutnya terkesan ikut campur urusan rumah tangga orang.

Singkat cerita, selama menyatu dengan keluarga baru, hari ke hari isteri D menunjukkan kelebihannya yang  serba bisa. Khususnya bidang masak-memasak. Seperti orang desa umumnya, dia juga rajin dan pandai bekerja di sawah, membantu suaminya berjualan di warung , dan mengurus rumah tangga. 

Berbeda dengan suaminya yang agak pemalas. Apalagi  urusan bertani. Mungkin seumur hidup D belum pernah memegang cangkul.  Maklum putra mantan pejabat pada zamannya.

Kasih sayang ibu mertuanya berbalik arah. Dahulu mencaci kini memuji. Sampai akhir hayatnya dia tinggal bersama D dan isterinya.

Perkawinan mereka dianugrahi  4 anak 2 cucu. Bayi yang dia bawa dari kampungnya dahulu, telah menikah dan punya anak satu. Suaminya terkategori pengusaha sukses kelas desa. Sayangnya, dikala cucu tercinta di puncak kejayaan, si nenek telah lama meninggal dunia.

Dilema menantu  idaman dan non idaman ini tidak hanya melanda emak-emak zaman old.  Belum lama ini teman lama saya hampir snewen, gara-gara anak lelakinya menikah diam-diam di rantau orang tanpa seizizn dirinya. "Puluhan kali dia nelepon, tidak saya angkat. Pokoknya, sampai kapan pun saya tak rela dia menikah dengan perempuan itu," curhatnya kepada saya.

Lebaran tahun lalu dia malah memuji-muji.  Wanita muda yang pernah dia tolak itu adalah  menantu yang paling santun, paling rajin, paling sabar, dan paling pengertian, di antara isteri anaknya yang lain.

Kasus lain tak kalah menariknya, seorang ibu yang lagi sibuk mencari calon jodoh buat putranya yang jauh di rantau. Tiba-tiba sang anak nelepon, "Hallo, Ma ..."

"Hallo," jawab yang disini .

Sunyi sejenak. Kemudian  "Hallo ...!" ulang Mama.

"Oaaak .... Oaaak .... Oaaak ...." Tedengar tangis bayi. "Ma ...! Ini cucu Mama. Saya dan ibunya menikah setahun lalu."

Merasa "dilangkahi" oleh darah dagingnya sendiri, mamanya nyaris pingsan.

Diterima Syukur Ditolak Oke

Hak istimewa orangtua yang diberikan Allah adalah bakti anak kepada ibu bapak. Bukan berarti apabila anak telah dewasa tidak berhak menentukan pilihan hidupnya. Salah satunya dalam hal memilih jodoh. Siapa yang tidak menginginkan putra-putrinya mendapat jodoh orang baik-baik, cantik/ganteng, kaya, soleh/solehah, keturunan orang terhormat, dan segudang kelebihan lainnya? Selaku umat beragama, orangtua dituntut percaya, bahwa langkah, rezeki, pertemuan, dan maut sudah ada Yang Maha Mengatur. 

Sesuai zamannya, apa yang terlintas di benak anak-anak zaman now, kadangkala di luar nalar orang tua. Idaman bagi ibu bapaknya belum tentu cocok dengan selera mereka. Tugas dan kewajiban orangtua mengarahkan agar mereka berpikir jernih. Diterima syukur, ditolak oke. Risiko tanggungan dia. Jangan memaksakan kehendak kalau tak mau dilangkahi anak-anak. Khususnya dalam memilih jodoh.

***

Simpang Empat Danau Kerinci, 24072018.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun