Menantu idaman tidak selamanya berasal dari pernikahan putra/putri kesayangan yang direstui orangtua. Â Adakalanya dia hadir melewati badai kebencian dan penolakan dari keluarga pasangan yang menikah.
Tak percaya? Ikuti kisah berikut! Tahun 1974, teman  sekolah sekaligus tetangga kos saya (Sy),  bertunangan dengan  seorang pemuda. Menjelang calon suaminya menyelesaikan kuliah di luar Sumatera, dia menuntaskan pendidikannya di SPG. Oleh calon mertua Sy diajak tinggal bersama mereka di rumah pribadinya di Kota. Alasannya, daripada ngontrak.
Atas persetujuan ayah bundanya, Sy menerima tawaran tersebut. Pasalnya, selain terkait dengan perjodohannya, kedua keluarga memiliki hubungan famili. Lagi pula untuk bolak-balik dari desa Sy ke sekolahnya  sangat tidak mungkin. Karena jarak yang relatif jauh. Yakni 20 kilometer. Zaman itu, transportasi andalan hanya sepeda dan andong. Sedangkan dari rumah calon mertuanya kurang lebih tujuh menit jalan kaki ke kampus SPG.
Selama bergabung dengan keluarga calon mertua, Sy diperlakukan seperti  anak sendiri. Dimasakin, dikasih uang jajan, dan sesekali dibelikan pakaian. Mungkin dengan hadirnya  Sy, kerinduan mereka memiliki anak perempuan terobati. Rumah tangga tersebut hanya punya dua anak laki-laki. Satu kuliah di Jawa, lainnya kelas dua STM.
Saya ngiri. Semasa itu kehidupan saya pahit melilit di tengah perekonomian orangtua yang minim.
Setelah keduanya lulus, mereka  menikah. Tinggal di rumah petak milik mertua,  yang dibatasi dinding papan antara bangunan utama. Tapi lumayan bagus sesuai zamannya.
Diisukan beberapa kali biduk rumah tangga mereka oleng. Penyebabnya, campur tangan orang ke tiga. Desas-desus tersebut sunyi dari permukaan setelah ibu mertuanya meninggal dunia.
Kisah Lain yang Mengharu Biru Â
Tak mendapat restu dari orangtua untuk mempersunting gadis pilihannya, seorang pemuda nekat menikah diam-diam. Peristiwa tersebut terbongkar saat seorang wanita cantik menggendong bayi enam bulan turun bus dan mampir di sebuah warung. Katanya dia datang dari kabupaten tetangga mencari lelaki bernama D. Saat ditanya identitasnya, perempuan belia tersebut mengaku sebagai isteri dari lelaki yang dia cari.
Masyarakat setempat kaget. Sepengetahuan mereka  D masih bujangan. Kabar mengejutkan itu tercium oleh ibunda D. Dia mendatangi lokasi. Apa yang terjadi?  Nenek 50 tahun tersebut marah besar. Dia tidak terima wanita yang tidak tahu asal-usulnya tersebut sebagai menantu. Dan, dengan tegas menolak mengakui bayi perempuan dalam gendongan ibunya saat itu sebagai cucunya.
Beberapa hari  ibu muda tersebut terlunta-lunta, numpang nginap di rumah salah satu penduduk. D sendiri tidak diperkenankan ibundanya untuk bertemu. Ancaman kutukan baginya  apabila berani melanggar.