Masa pertunangan jejaka dan perawan Orang Rimba relatif lama. Antara 8-9 tahun, bahkan ada yang mencapai 10 tahun. Alasannya, menunggu kesiapan orangtua laki-laki  memenuhi ketentuan adat perkawinan.  Di antaranya, mas kawin  140 lembar kain panjang atau sarung, selemak semanis, lauk pauk berupa daging binatang buruan seperti, biawak, babi, dan lain sebagainya.
Persiapan lain tak kalah pentingnya adalah, seekor ayam berugo  pikatan (ayam hutan untuk memikat ayam liar di hutan),  anjing yang tangkas berburu (lolos uji), pesap kecil alat penangkap ikan, jaring ikan kecil, seekor burung puyuh yang pandai berkelahi dengan sesamanya, dan beberapa  benda lain yang harus diserahkan kepada pihak calon isteri.
Ketentuan lain yang harus dipenuhi sebagai  bagian dari syarat sahnya perkawinan adalah uji ketangkasan.  Calon pengantin pria harus menunjukkan ketangkasannya meniti kayu licin (dikuliti). Dan,  mampu membangun sebuah balai (bangsal) sendirian dalam waktu setengah hari. Jika keduanya sudah terpenuhi,  pernikahan bisa dilaksanakan. Apabila gagal, upacara ditunda. Masih diberikan kesempatan untuk mengulang pada hari berikutnya.  Ritual ini  biasanya dilaksanakan dua hari sebelum akad nikah.
Sebagai infomasi tambahan, jika orangtua calon pengantin laki-laki merasa telah siap, pihaknya berahak mengusulkan agar pernikahan dipercepat. Â Keluarga perempuan hanya menerima saja.
Upacara Pernikahan
Setelah semua permintaan dan persyaratan dinyatakan lengkap,  pihak calon pengantin laki-laki menyerahkannya  kepada orangtua perempuan. Jika masih ada yang  kurang, perkawinan ditunda bahkan bisa saja gagal.
Upacara dilaksanakan di tengah pemukiman penduduk. Tujuannya agar masyarakat mudah menghadiri. Sebelumnya, kaum kerabat bergotong royong membangun sebuah pondok seluas 4x4 m. Beratap rumbia bertiang kayu atau rotan. Lantainya kayu berdiameter 5 cm dengan ketinggian 60 cm dari permukaan tanah.
Di sanalah kedua mempelai duduk berhadap-hadapan. Sementara keluarga kedua belah pihak  duduk melingkarinya. Tumenggung (pejabat nikah) mengahadap pada ke dua pengantin, memberikan nasihat dalam mengarungi biduk rumah tangga. Kemudian memegang tangan kedua pengantin dengan membacakan mantra. "Seko si ... kembali  kepada seki  si  ... semalam iko si ... nikah sampai menyelaut betongkat tebu seruas, lah lengok nyawo yang jantan maupun betino.  Nak sedingin air nak sepanjang rotan." Setelah itu, tangan pengantin ditepuk tujuh kali. Lalu, kedua kening mereka diadu (bentur) tujuh kali pula. Dengan demikian kedua insan berlawanan jenis tersebut dinyatakan sah sebagai suami  isteri.
Malam berikutnya, diadakan selamatan di rumah orangtua pengantin perempuan dan di balai yang dibangun oleh pengantin pria saat uji ketangkasan. Dan berlanjut pada malam berikutnya sampai tujuh hari tujuh malam. Mulai pukul 20.00-24.00. Lima puluh persen biayanya ditanggung oleh pihak orangtua  laki-laki. Sisanya dari keluarga perempuan.
Tradisi Orang Rimba, setelah akad nikah, kedua pengantin pergi kehutan selama tujuh hari tujuh malam. Selama di hutan mereka tidak hanya memenuhi kebutuhan  untuk dikonsumsi berdua. Tetapi  juga  berusaha memperoleh hewan buruan seperti babi, biawak, atau binatang apa pun. Selain sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang, hasil buruan tersebut sebagai tanda bahwa ke depannya  rezeki pengantin akan melimpah.