Setelah dewasa, kehidupan mereka sudah membaik. Dalam artian, ekonominya sudah mapan. Ada yang berprofesi sebagai guru, dosen, atau pedagang. Sebagian lainnya memilih bekerja di Malaysia. Rumahnya bagus-bagus dan besar. Anak-anaknya juga banyak yang berhasil, menjadi sarjana, guru, bidan dan lain sebagainya. Mereka dan keluarganya sangat santun kepada mantan gurunya. Termasuk kepada saya.
Saat bertemu, ringan lidahnya mengucapkan maaf atas kenakalan yang pernah dilakukannya. Bahkan ketika bersalaman ada juga yang mencium tangan saya. Meskipun mereka sudah bercucu.
Mei 2017 , saya melancong ke Malaysia. Bertubi-tubi deringan telepon mereka masuk ke handphone saya. Sayang, tiada seorang pun yang sempat bertemu.
Di samping tempat tinggalnya yang relatif jauh dari Kuala Lumpur, kedangan saya tidak pada hari libur. Saya juga terikat dengan biro dan paket wisata yang sudah dibeli. Saya bangga. Rupanya anak-anak nakal pada zaman dahulu, adalah aset berharga bagi kebahagiaan guru di hari tua.Â
Selamat Hari Pendidikan Nasional.Â
***
Simpang Empat Danau Kerinci, 02052018
Penulis,
Hj. Nursini Rais.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H