"2003."
"Punya saya juga hitam, keluaran 2014. Baru ganti. Dulunya model 2010. Bosan itu ke itu saja." Mantap lidah saya membangga.
"Oh, ya. Kalian punya anak berapa?" Omongan nenek berkaca mata itu mulai menjinak.
"Dua. Satu di Indonesia perempuan. Lulusan S2 Australi. Derektur salah satu perusahaan swasta di kota Palembang. Satu lagi Laki-laki. Â Tinggal dan kerja di Eropah. Megang jabatan penting juga di perusahaan ternama. Baru saja saya dan isteri pulang dari sana. Mereka membawa kami jalan-jalan sampai ke Amerika.
"Berarti pintar bahasa asing."
"Iya. Dia, anak dan isterinya cakap harian bahasa Inggris."
"Oh ya, Bahasa Inggris memang penting. Anak Saya yang di Pekan Baru itu juga lancar Inggrisnya. Makanya dia bisa buka usaha. Bekerja sama dengan bule.  Si Bungsu Ani juga begitu. Bisnisnya inpor ekspor. Pena yang dipakai Presiden Jokowi dan menteri-menterinya itu  dibeli ke dia. Harganya 5 M per biji.
"Maaak ...!" kejang perut saya menahan tawa. Astaghfirullah. Gara-gara tak mau kalah, saya  terperangkap dalam kesombongan dan kebohongan yang berlipat ganda.
Sampai di kampung, saya ceritakan peristiwa ini ke cucu dan isteri. Mereka tertawa terkekeh-kekeh. Bersamaan mereka berujar, " Neneknya lebay, Â kakeknya alay."
***
Sumber: curhat suami.