"Oh ..., guru? Anak saya tak ada yang mau jadi guru. Gajinya kecil." Manula bergigi palsu itu menjentik ujung kelingkingnya.
Saya tersenyum tipis. Agak minder juga. Mau protes, tak ada bahan. Bagaimanapun status saya tamu tak diundang.
"Ibu dapat pensiunkah dari perusahaan tempat bapak bekerja dulu?" saya balik nanya.
"Tidak. Dulunya cuman dikasih pesangon. Jumlahnya lumayan gede. Dengan uang itu saya bisa naik haji. Kamu? dibayar tiap bulan ya?"
"Namanya pensiun, ya dibayar perbulan, Bu."
"Sebulannya berapa?
"Cukup berarti bagi kami. Gaji saya dan isteri kira-kira segini." Saya menegakkan beberapa jari tangan kepadanya.
"Sudah haji?" tanyanya lagi.
"Dah dua kali. Sekarang telah didaftarkan sama anak untuk berangkat haji plus tahun depan."
Perempuan renta tersebut mulai agak ngeper. Dia membelot pembicaraan. "Ini Mobil milik si Ana. yang satunya punya Si Anu." Dia menunjuk ke gerasi. Di sana terparkir sebuah sedan entah merek apa saya kurang fokus. Kondisinya sudah gaek. Yang lainnya satu unit avanza tipe G warna hitam.
Saya tanyakan, "Ini mobil tahun berapa?"