Pasca putusan Mahkamah Konstitusi yang mewajibkan semua Partai Politik harus melewati verifikasi untuk bisa lolos menjadi peserta pemilu 2019, membuat galau  Komisi Pemilihan Umum selaku penyelenggara pemilu. Pasalnya, lembaga yang diketuai Arif Budiman ini harus mengambil langkah strategis yang tidak menghambat proses perjalanan pemilu yang sudah dalam proses tahapan.
Pasal 173 ayat (1) berbunyi, "Partai Politik Peserta Pemilu merupakan partai politik yang telah ditetapkan/lulus verilikasi oleh KPU" dan Pasal 173 ayat (3) berbunyi, "Partai politik yang telah lulus verilikasi dengan syarat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak diverifikasi ulang dan ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu". Inilah dua pasal UU No 7 tahun 2017 yang dianulir oleh Mahkamah yang dipimpinan Arief Hidayat berdasarkan rasa keadilan.
Putusan MK secara tidak langsung merupakan tamparan bagi Dewan Perwakilan Rakyat ( DPR ) selaku pembuat undang undang. Berhasrat untuk menjegal pemain baru, justru berbalik mengenai diri sendiri. Partai pemilik kursi di DPR pun wajib mengikuti proses verifikasi sebagaimana Partai Politik baru yang akan berujicoba beroleh  keberuntungan dalam pemilu legislatif dan Presiden 2019. Putusan MK ini bisa dibilang merupakan de javu bagi DPR yang terperosok dua kali dalam lubang yang sama. Sebabnya, persolan yang sama juga pernah digagalkan oleh MK pada pemilu 2014 yang lalu.
Akibat dari putusan MK, KPU pun sigap menyiapkan beberapa opsi agar tahapan pemilu tetap on the track. Pertama, KPU meminta revisi pasal-pasal dalam UU Pemilu yang terdampak putusan MK. Satu pasal yang mungkin akan direvisi yaitu Pasal 178 (2), yang isinya memerintahkan KPU untuk menetapkan partai politik peserta pemilu 14 bulan sebelum pemungutan suara. Â Menurut KPU ini hal yang paling ringan dan tidak menimbulkan gejolak, toh hanya satu pasal yang direvisi, sementara KPU menurut tahapan harus mengesahkan Parpol peserta pemilu 2019 pada Februari mendatang ini.
Kedua, KPU memberikan pilihan untuk mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) dengan dalih kondisi genting dan mendesak. Kegentingan dan keterdesakan ini berdasarkan tahapan tahapan yang sudah berjalan jika dihitung normal kurang dari sebulan pada 17 Februari harus terselesaikan semua tahapan verifikasi, tentu ini hal yang tidak mungkin jika harus memverifikasi semua Parpol. Selain itu, secara hitung hitungan KPU, pelaksanaan verifikasi lanjutan terhadap partai partai lama menambah pembengkakan anggaran sekitar 68 milyaran yang belum tercover dalam DIPA anggaran KPU.
Opsi opsi dan ekses dari putusan MK ini menjadi perdebatan alot yang memakan waktu berjam jam dalam Rapat Dengan Pendapat ( RDP ) KPU dengan DPR dan Pemerintah. Opsi yang telah disusun di Imam Bonjol, markas KPU, harus mentah di Senayan. Pemerintah menolak penambahan anggaran yang disodorkan KPU serta enggan untuk mengeluarkan Perpu sebagaimana permintaan KPU. "Masak sedikit sedikit harus keluar Perpu, keluar Perpu maka harus mengubah Undang Undang" kira kira begitulah tanggapan Wakil Presiden terhadap rengekan KPU untuk ikut andilnya Presiden mengeluarkan Perpu.
Dalam RDP, justru yang membuat pusing 'kepala berbie' KPU adalah kesepakatan pemerintah dan DPR yang meminta KPU untuk meniadakan verifikasi faktual, toh di Undang undang kan hanya menyebutkan verifikasi saja. Verifikasi faktual adalah penerjemahan terhadap Undang undang yang dijabarkan KPU dalam Peraturan KPU (PKPU).
Atas kesepakatan meniadakan verifikasi faktual, banyak pengamat menyebut bahwa legalitas Partai Politik 2019 akan dipertanyakan. Hasil pemilu 2019 rentan menjadi gugatan karena dianggap inkostitusional, mengabaikan perintah putusan MK. Meniadakan verifikasi faktual juga mendegradsi kualitas partai politik peserta pemilu.
Dalam kebingungan tingkat dewa, KPU mampu lepas dari dilematis persoalan verifikasi. Entah dari kepala encer siapa persoalan verifikasi mampu menemukan jalannya yang memberikan win win solution. KPU siap mengadakan verifikasi faktual, yang dalam bahasa halusnya hanya disebut verifikasi, tanpa revisi undang undang, tak perlu Perpu serta tidak adanya tambahan anggaran.
KPU telah menyusun skenario verifikasi parpol dengan memadatkan jadwal lantaran keterbatasan waktu yang tersisa, mengingat 17 Februari KPU sudah harus menetapkan parpol peserta pemilu. Di Kabupaten/Kota menjadi tiga hari, KPU Provinsi menjadi dua hari dan di KPU pusat memverifikasi DPP partai durasinya menjadi dua hari. Proses verifikasinya dilakukan di kantor setempat, kalau sebelumnnya verifikator KPU datang ke rumah-rumah untuk melihat dan menemui orang. Sekarang parpol diminta menghadirkan jumlah orang yang disampel ke kantor setempat, kemudian verifikator KPU ke sana untuk melihat. Jika sebelumnya verifikasi keanggotaan dilakukan dengan sistem sampling dan sensus, maka kali ini hanya dengan model sampling. Bahkan metode telekonfrens juga akan diterapkan pada verifikasi kali ini.
Dengan gagahnya KPU menyatakan siap melakukan verifikasi semua partai politik baik yang baru maupun yang lama pada 28 Januari mendatang dengan memaksimalkan sumberdaya dan sumber dana yang ada. Kini KPU hanya menunggu Kemenkumham untuk meneken PKPU perubahan atas peraturan tentang tahapan dan verifikasi parpol yang lama.