Justru salah satu pengertian "puting" adalah "kelentit" ("klitoris", bahasa ilmiahnya), yakni nama bagian kemaluan perempuan. Dalam bahasa lain, "itil" (Betawi), "puki" (Maluku), atau "pepek" (Palembang).Â
Entahlah dari bahasa daerah mana Tim Penyusun KBBI memperoleh nama "puting" yang berarti "kelentit" atau "klitoris", karena tidak disebutkan etimologi dalam entrinya.
Tapi tidak usahlah berputing-puting berpusing-pusing karena KBBI kabarnya terbuka untuk pertanyaan, masukan atau koreksi, yang dapat diajukan via situs web KBBI Daring dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang beralamat di www.kbbi.kemendikbud.go.id.
Hikmahnya, tidak selalu apa yang biasa dipahami masyarakat atau publik yang benar, sebab secara leksikal (makna kamus), bisa jadi itu salah atau setidaknya tidak resmi atau baku, kendati populer.Â
Di sisi lain, pihak penyusun KBBI juga perlu mem(p)erhatikan dinamika kebahasaan masyarakat dengan lebih arif dan bijaksana sehingga tidak terdapat kesenjangan yang signifikan antara pekamus dan masyarakat pengguna kamus.
Bagaimanapun juga bahasa itu hidup dan berkembang dalam masyarakat, dan alangkah eloknya apabila kamus yang sejatinya adalah rekaman atau produk catatan masyarakat tidak berjalan menentang sifat kealamiahan tersebut.
Tinggal nanti yang menjadi pekerjaan besar (dan juga pertanyaan di kalangan para praktisi dan ahli bahasa) adalah apakah dan bagaimana orientasi KBBI ke depan, lebih bersifat preskriptif (baca: buku panduan) atau deskriptif (baca: pencatat kata-kata populer dalam masyarakat)?
Quo vadis, KBBI?
Atau dalam dialek Anak Jaksel (Jakarta Selatan) yang tren saat ini, "Mau dibawa kemana KBBI kita?"
Jakarta, 30 Maret 2022
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!