Bahasa itu berubah dan berkembang, seperti asmara dan berat badan.
Contohnya, "buku" (dari "boek", bahasa Belanda) dan "kitab" (dari "kitaabun", bahasa Arab) awalnya berbagi pengertian dan definisi yang sama.
Namun, seiring waktu, terjadi penyempitan makna, Â "kitab" lebih condong dikhususkan untuk bidang keagamaan sementara "buku" lebih bersifat umum.Â
Kendati dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), lema "kitab" masih memuat pengertian "buku" atau "bacaan".
Perang Padri
Hal sebaliknya justru terjadi pada kata "padri" (bentuk tidak bakunya adalah "paderi").
Kata yang konon berasal dari bahasa Portugis (bahasa resmi di negara Portugal) "padre" ini berarti "pendeta".Â
Kata "padri" sempat meluas maknanya ketika disematkan oleh penjajah Belanda pada kaum pemuka agama pendukung pemurnian ajaran Islam di Minangkabau yang antara lain dipimpin oleh Tuanku Imam Bonjol (Muhammad Syahab), Haji Miskin, Tuanku Nan Receh dan Tuanku Pasaman yang rata-rata sempat lama bermukim di Tanah Suci Mekah ketika menjalankan ibadah haji di Arab Saudi.
Konflik antara Kaum Padri dan Kaum Adat di Minangkabau (Sumatera Barat) tentang kebiasaan-kebiasaan masyarakat adat saat itu yang tidak sesuai dengan ajaran Islam (judi sabung ayam dan minum tuak) pada akhirnya menyeret keterlibatan Belanda (yang awalnya dimintai bantuan oleh Kaum Adat untuk mengalahkan Kaum Padri) sehingga kemudian berubah menjadi Perang Padri (1803-1837), yang disebut juga Perang Minangkabau, yang tercatat dalam Encyclopaedia Britannica.
Perang Padri sendiri menghasilkan beberapa perjanjian, antara lain Perjanjian Masang dan Perjanjian Plakat Panjang, yang secara licik dilanggar oleh kolonialis Belanda.Â
Namun pada akhirnya, selepas Perang Padri, muncul kesepakatan antara Kaum Adat dan Kaum Padri yang menelurkan jargon budaya Minang yang langgeng hingga kini yakni "adat basandi syara, syara basandi kitabullah". Adat bersendikan atau berdasarkan syariat (Islam) dan syariat Islam bersendikan kitabullah (Al-Qur'an).
Dari sisi penamaan, berdasarkan aspek bahasa, boleh dibilang Perang Padri adalah perang salah nama, karena tidak valid dan tidak akurat menggambarkan afiliasi ideologis para tokoh Muslim (yang beragama Islam) yang terlibat dalam perang terbesar seantero Pulau Sumatera tersebut.
jika kelak ada revisi terhadap literatur sejarah, mungkin Perang Padri bisa berganti nama menjadi "Perang Ulama" atau "Perang Pendakwah".
Kata "padri" sendiri dalam KBBI sudah kembali pada pengertian asal yakni "pendeta Katolik", "pastor", dan "pendeta Kristen".
Alhasil kata itu bisa menyempit atau meluas maknanya antara lain tergantung perkembangan zaman, kehendak dan keberterimaan publik serta maksud pengguna.
Jakarta, 20 Maret 2022
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H