Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

"Penumpang" versus "Sewa"

18 Maret 2022   05:49 Diperbarui: 18 Maret 2022   05:52 635
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Penumpang angkot di Jakarta (Sumber: Kompas.com)

Padanan "passenger" (bahasa Inggris) dalam bahasa Indonesia adalah "penumpang". 

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), definisinya juga jelas, dalam konteks transportasi, yakni "orang yang menumpang atau orang yang naik (kereta, kapal, dsb". 

Dalam konteks lain, "orang yang tinggal atau bermalam di rumah orang".

Namun di Jakarta, para awak angkutan kota (angkot) (mikrolet atau metromini), yang rata-rata didominasi etnis Batak, biasa menyebut "penumpang" sebagai "sewa". 

Konon kabarnya itu juga sebutan yang digunakan di Kota Medan, Sumatera Utara.

"Bang, belum berangkat nih?"

"Tunggulah sebentar. Belum banyak sewa yang naik nih!"

Alasannya karena yang naik angkot itu harus membayar ongkos, bukan menumpang gratis.

Makna "penumpang" dan "tumpang" memang bisa ambigu. Dan para awak itu tampaknya menerapkan cara cerdas untuk menutupi "legal loophole" (celah hukum) dalam ambiguitas kata "penumpang" dengan menggantinya dengan istilah "sewa". 

Suatu bentuk kata yang tidak baku, karena yang tepat dan baku semestinya adalah "penyewa".

Dalam KBBI, "sewa" didefinisikan sebagai "pemakaian sesuatu dengan membayar uang" dan penyewa adalah "orang yang menyewa".

Mungkin sekian tahun ke depan, berkat gagasan kreatif para awak angkot tersebut, istilah untuk "penumpang" angkutan umum akan berganti menjadi "penyewa" atau sebutan lainnya yang lebih mencerminkan hubungan transaksional demi menghindari ambiguitas kata "penumpang".

Di Kereta Rel Listrik (KRL) Jabodetabek saja, sudah beberapa tahun belakangan ini para penumpang disapa oleh para awak KRL (via pengumuman di KRL, misalnya) dengan sebutan "pelanggan" alih-alih "penumpang". 

Tampaknya ini terkait dengan konsep "customer" yang sebelas-dua belas dengan konsep "sewa" para awak angkot tadi.

Bahasa itu berubah dan berkembang, sama seperti hubungan dan berat badan.

Jakarta, 18 Maret 2022

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun