Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Humor Pilihan

Banjir Seleher, Leher Siapa?

18 Maret 2021   06:35 Diperbarui: 18 Maret 2021   07:06 690
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi banjir seleher/Foto: tribunnews.com

Banjir di awal 2021 mengingatkanku akan nostalgia banjir bandang di Jakarta yang pernah kualami pada 2007. Empat belas tahun silam. Hampir 1,5 dekade yang lampau.

Banjir bandang yang merendam 70 persen wilayah Jakarta pada awal Februari 2007 itu menyisakan duka dan derita bagi warga terdampak banjir. 

Harta benda hancur bahkan korban nyawa melayang. Perekonomian pun terpukul mundur dalam hitungan hari. Kadang mengenangnya kembali hanya meruapkan sedih dan kecewa. 

Tapi Tuhan Maha Penyayang. Senantiasa ada kejadian jenaka di kala duka. Setidaknya sebagai penghibur dan pelipur lara bagi warga terdampak banjir.

Sewaktu banjir mulai merendam pemukiman rumah orang tuaku di Pengadegan Timur, Pancoran, Jakarta Selatan, warga di lingkungan rumahku sudah bersiap-siaga mengevakuasi barang dan surat-surat berharga. Hilir-mudik orang bergegas mengangkut kulkas, TV, lemari atau perabotan lainnya ke tempat yang lebih tinggi. 

Salah satunya ke kantor kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan, yang bersebelahan dengan kompleks kampus sebuah universitas swasta. 

Kedua tempat tersebut yang terletak di ujung tanjakan, setiap kali banjir lima tahunan, tidak pernah absen disinggahi sebagai tempat pengungsian sementara.

Akses utama dari pemukiman kami menuju kedua tempat tersebut adalah pertigaan Masjid Darul Mukhtar. Itu tempat terendah jika terjadi banjir sekaligus tempat bertemunya dua arus air, dari Kali Ciliwung dan anak sungai Ciliwung yang berpintu air di sebelah Barat. 

Jadi, tak heran di sepanjang jalur tersebut mulai dari gerbang Masjid menuju ke arah tanjakan sejauh kurang lebih 200 meter dipasang tambang agar orang-orang yang hilir mudik terutama yang membawa barang dapat berpegangan dan tidak terhempas dihajar gelombang air. Airnya sangat dingin dan arusnya kencang. 

Kakiku sendiri sempat kram ketika bolak-balik melintasi jalur itu untuk menengok rumah selama beberapa hari terendam air banjir. 

Lha wong perahu karet saja yang melintasi jalur itu saat puncak banjir, ketika Masjid terendam hebat dan hanya tinggal atap dan kubah yang masih terlihat, harus bermanuver berkali-kali menghindari hempasan arus yang kencang.

Tak ayal kami menjadikan patokan tingginya air di sekitar Masjid sebagai indikator keganasan banjir. Terutama sebagai ukuran kapan harus mulai mengangkuti barang keluar rumah atau kembali ke rumah pasca-banjir.

Siang itu, di tengah gerimis hujan dan volume air yang kian bertambah dari arah bantaran kali, kami cukup kaget juga ketika ada kabar bahwa air di depan Masjid sudah seleher orang dewasa. Padahal saat itu masih banyak barang dan kendaraan yang belum sempat dievakuasi.

"Udah seleher, Bang?" tanyaku pada salah seorang tetangga. 

Aku saat itu sudah menyandang dua tas berat dan besar berisi sedikit baju dan terutama surat-surat berharga serta dokumen penting.

"Iye, katenye," jawab tetanggaku yang ikut bingung. "Padahal kan biasenye kalo banjir baru segini palingan seperut. Wah, gawat nih!"

Suasana agak panik. Untunglah ada yang berinisiatif bertanya,"Siapa sih yang bilang?"

"Bang Anja," jawab seorang tetangga yang lain. "Die barusan dari deket Masjid."

Sejenak diam. Namun kemudian tawa meledak.

"Huh?! Kirain seleher siape!" seru salah seorang dengan senyum geli.

"Orang kate juga ape!" timpal yang lain. Sebuah plesetan khas Betawi yang menambah derai tawa yang kian riuh.

Bang Anja atau Hamzah adalah tetanggaku yang "istimewa". Tinggi tubuhnya hanya sekitar 130-an centimeter. Orang Betawi bilang dia kate atau bogel.

Jakarta, jelang Ramadhan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humor Selengkapnya
Lihat Humor Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun