Pandangan Nita menerawang. Ia menyulut rokoknya. Lihai sekali gerakannya.Â
"Tau banget dia cara nyenengin cewek," lanjut Nita seraya tersenyum, menengadah seakan membayangkan Tarjo.Â
Binyo kontan cemburu berat.
"Dia sanggup bayar kamu emangnya?" Binyo sangsi. Dadanya terasa panas.
Nita melotot. Mata kucingnya menyorot tajam.Â
"Lu kira gue perek pinggir jalan yang cuma beginian buat duit doang!" sembur Nita. Binyo tertunduk.
" Gue wanita normal, Nyo, butuh kepuasan," lanjut Nita sambil mematut diri di depan cermin.Â
"I gave him for free. We made love three times. Oh, such wonderful moments! Emang sih tampangnya nggak cakep-cakep amat. Tapi punyanya lebih gede dari elu, lah nggak ku-ku deh gue!"Â
Nita terkekeh-kekeh mesum. Dada gunungnya terguncang-guncang seiring kekehannya, yang semakin menaikkan level kecemburuan Binyo.
Binyo tak hanya merasa dikebiri. Ia seakan mayat yang dimutilasi lalu dibuang ke kali di bawah jembatan lalu potongannya dimakan anjing-anjing liar seperti berita pembunuhan yang viral di medsos kemarin.Â
"Tarjo! I hate you!"Â desis Binyo.