Alhasil, dengan meneropong basis sosial dan ideologi SBY, terang benderanglah seperti apa anatomi Partai Demokrat. Yakni figur partai yang tidak berakar (tanpa basis sosial kultural) dan berideologi pragmatis, yakni popularitas SBY.Â
Saat itu popularitas SBY, yang berimbas pada popularitas Partai Demokrat mengempis ditusuk-tusuk 'serbuan' pesan BBM (Black Berry Messenger) Nazaruddin (bendahara PD yang terlibat korupsi Hambalang) dan terpaan kasus-kasus lainnya.
Strategi SBY saat itu yang giat merangkul kawan dan lawan hingga terkesan menjadikan Partai Demokrat sebagai bunker koruptor dan para pelarian politik (Ruhut Sitompul dari Golkar atau Zaenal Ma'arif dari PBR, Anas Urbaningrum dan Andi Nurpati dari KPU) pada akhirnya bagai bumerang yang berbalik menghantam diri dan partainya.
Kala itu sang nakhoda SBY, yang dapat diakui belajar dengan cukup baik dari mendiang Soeharto untuk strategi politik dan pencitraan namun naasnya tak didukung operator politik yang andal sekaliber Ali Moertopo dan Harmoko di zaman Orba, harus berjuang sendiri dan tangkas bermanuver untuk menyelamatkan perahu Demokrat yang terancam karam. Dan kini tonggak estafet kepartaian dan juga tanggung jawab teramat besar itu ada di tangan AHY, sang putera sulung SBY, yang menjabat sebagai ketua umum PD.Â
Dalam hal ini, Jokowi yang merupakan pengganti SBY, lebih beruntung karena punya operator politik kapabel setara Luhut Binsar Panjaitan (LBP), yang mantan perwira intelijen dan komandan pasukan khusus, yang sigap menjadi bumpernya dan cergas mengonsolidasikan kekuasaan rezim penguasa, termasuk menggalang keterpaduan TNI Polri, elemen sukarelawan, sebagian lapisan masyarakat sipil serta birokrat.
Waktu dan sejarah politik Indonesia telah membuktikan bahwa "para penumpang" di Partai Demokrat atau kubu SBY yang notabene adalah penggemar (fans), yang keterikatan emosional dan loyalitasnya jelas berbeda dengan aktivis, jelas tidak mungkin diandalkan untuk pasang badan atau menderita pejah gesang demi sang idola yang memudar pamornya selepas tak lagi menjabat sebagai presiden.
Tinggallah sang putera sulung SBY yakni AHY yang harus putar otak demi mencegah Partai Demokrat kelelep di pemilu 2024, entah dengan mengonversi SBY Fans Club menjadi AHY Fans Club (dengan memanfaatkan faktor usia muda dan gaya milenial) maupun melalui jalur ketegasan beroposisi sebagaimana yang dilakukan oleh PKS yang kini menjadi the lone ranger sebagai oposan.
Syahdan, pelajaran dari memudarnya citra SBY dan Partai Demokrat sejatinya juga merupakan sinyal dan peringatan bagi kubu Jokowi bahwa kekuasaan itu tidak langgeng, tidak abadi, dan senantiasa akan berganti. Lebih-lebih jika amanah kekuasaan yang ada di genggaman tidak digunakan untuk kemaslahatan rakyat dengan bertanggung jawab dan dengan sebaik-baiknya.
Jagakarsa, 21 Januari 2021
Baca Juga:Â Contoh "Storyline" dan Skenario Sinetron Komedi (Sitcom)