Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Episode Banjir Jakarta

27 Oktober 2020   23:01 Diperbarui: 9 November 2020   15:47 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Banjir Jakarta/Foto: bedaberita.com

Musim penghujan datang, banjir pun bertandang.

Terlepas dari segala dampak buruknya, banjir adalah peristiwa yang mempertemukan banyak orang.Termasuk juga di salah satu kawasan di selatan Jakarta ini.

Sesama warga yang jarang bersua bisa saling bertemu di tempat pengungsian. Saling melakukan kegiatan bersama. Seperti mengantre mandi bersama di kamar mandi kantor kecamatan. Yang bersama adalah antrenya, bukan mandinya.

"Lama juga ya kita enggak ketemuan," ujar Tanto. Ia bertemu Samir, kawan sebangkunya semasa SMP.

Mereka sedang duduk-duduk di depan posko bantuan korban banjir. Keduanya asyik menikmati nasi bungkus berlauk telur rebus dan tempe orek yang dibagi-bagikan para petugas dan sukarelawan posko.

Meski sama-sama korban banjir, posisi Tanto sebagai pengungsi lebih tinggi. Ya, karena dia beserta keluarganya tidur di lantai dua kantor kecamatan. Sementara Samir beserta keluarga bermalam di lantai dasar.

Saat banjir saban tahun, sebagian lantai gedung kantor kecamatan berlantai empat itu dipergunakan untuk tempat pengungsian.

"Udah dua puluh tahun, kalo nggak salah," sahut Samir.

"Tapi gue heran, Mir. Kok elo ngungsi juga?" tanya Tanto. "Kan rumah lu nggak kebanjiran. Tempatnya kan tinggi dekat tanjakan."

"Gue nggak enak, To."

"Nggak enak?"

"Iya, sama tetangga. Entar dibilang nggak solider. Sekarang kan trennya ngungsi. Ya, ikut ngungsilah!"

Tanto bengong. Meski sudah dua puluh tahun berlalu, temannya ternyata tidak berubah.

"Nah, elo sendiri nggak niat pindah rumah?" Samir balik bertanya. "Kan nggak enak kebanjiran melulu."

"Pengen sih," ujar Tanto. "Tapi kemana ya? Di Jakarta kan susah cari rumah kontrakan murah, bebas banjir."

"Di daerah Lenteng Agung aja. Itu kan dataran tinggi. Perbatasan dengan Depok. Gue juga niat pindah ke situ," usul Samir seraya menenggak air mineral dari botol kecil.

"Kapan pindahnya?"

"Nggak tau. Kan baru niat!"

Tanto keki. Skor 2-0 untuk Samir.

"Gue juga mau pindah. Capek kebanjiran terus. Harga kontrakan naik terus pula!" Tanto meremas bungkus nasinya yang tandas. Pandangannya menerawang ke langit yang mendung menggantung.

"Nah, gitu dong. Pindah ke Lenteng Agung aja bareng gue!"

"Ide bagus tuh. Nanti kita sebelahan ya. Biar tetanggaan."

Samir tersenyum,"Iya dong. Kita kan teman akrab waktu SMP. Nanti kalo tetanggaan kan jadi gampang pinjem-pinjeman barang. Ya, nggak?"

Wajah Tanto berubah masam. "Pinjem barang? Nanti elo masih kayak waktu SMP lagi!"

"Maksudnya?"

"Iya, barang-barang gue nggak ada yang balik kalo elo yang pinjem!"

"Itu dulu. Nanti nggak deh. Sumpah!"

"Bo'ong!" hardik Tanto. Kumisnya bergerak-gerak kesal. "Kalo entar gue tetanggaan sama elo trus punya mobil, gimana? Elo pasti pinjem kan? Trus enggak bakal balikin!"

"Lha, To, gue pasti balikin lha mobil elo. Gak percayaan banget sih lu!"

"Ah, tukang bo'ong. Pasti mobil gue bakal elo jual. Siakek lu!"

Samir geram. Ia berdiri sambil menuding dada Tanto,"Heh! Gue nggak takut ye ama kumis elo. Enak aje nuduh gue jual mobil elo! Dasar cebong sompret!"

"Elo yang sompret, Kampret!" Tanto mendorong dada Samir. Samir membalas.

Mereka saling baku hantam. Para sukarelawan posko yang sibuk membagi-bagikan nasi bungkus jadi tambah kerjaan, melerai orang yang berkelahi.

Entahlah, berapa skor sekarang antara Tanto dan Samir. Mungkin dua sama. Sama-sama gila.

Ah, banjir memang bisa membikin orang stress mental.

Jakarta, 27 Oktober 2020  

Cerpen-cerpen lainnya:        

1. https://www.kompasiana.com/nursalam-ar/5f759e233faf6d69005ccaa3/kisah-para-janda

2. https://www.kompasiana.com/nursalam-ar/5f78183fd541df6e8442ed22/misteri-kucing-hitam

3. https://www.kompasiana.com/nursalam-ar/5f79f81dd541df156d2f62a2/cinta-kandas-di-pulsa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun