Kucing hitam itu menatap tajam si perampok dengan matanya yang bercahaya dalam gelap.
Gelapnya ruangan dan sunyinya suasana malam membuat tatapan si kucing menggentarkan nyali si perampok. Tapi ia terus mengemasi perhiasan dan uang dalam laci sang pemilik rumah, seorang nyonya tua. Wanita malang yang kini terkapar bersimbah darah di lantai kamar. Perampok itu telah menikamnya berkali-kali.
Penuh sudah kantong yang dibawa si perampok, dengan segenap isi laci yang sangat berharga. Ia tidak perlu tergesa-gesa. Rumah besar itu hanya punya tiga penghuni: sang nyonya tua, seekor kucing hitam dan seorang pembantu yang sedang pulang kampung.
Si perampok melayangkan pandang ke penjuru kamar. Kucing hitam keparat itu masih ada!
Binatang itu berdiri dengan gagah seakan ingin menuntut balas kematian majikannya. Bulunya menyatu dengan gelap, menampakkan sepasang mata bersinar tajam.
Si perampok menyorotkan senter ke arah si kucing.
Ada keanehan. Kuku kucing itu tersembul keluar dalam posisi siaga. Baru kali ini ada seekor kucing bersikap siaga pada orang yang sama sekali tidak mengusiknya. Si perampok memang membunuh si nyonya tapi ia tidak mengusik kucing itu. Ada apa ini?
Naluri keheranannya menggerakkan si perampok untuk memusnahkan kucing tersebut. Dihunusnya belati di pinggang. Tangannya berayun cepat dalam gelap. Mengincar sepasang mata mencorong. Luput. Mata itu berpindah gesit. Belati menghantam ruang hampa.
Si perampok surut ke belakang untuk melakukan dua tiga kali terjangan. Lagi-lagi gagal. Malah perabotan kamar itu yang berantakan diterjangnya.
"Sialan. Baru kali ini gue berantem sama binatang!" gerutu si perampok. "Ini yang terakhir!"
Sekejap si perampok kehilangan mata bercahaya itu. Ia hampir menendang sebuah kursi jika kakinya tidak menginjak ujung ekor kucing tersebut.