Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Pembelajaran Daring (Sudah) Memakan Korban, Mau Tunggu Apalagi?

15 September 2020   22:48 Diperbarui: 17 September 2020   19:20 6390
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Namun, seperti kata pepatah, sepandai-pandainya menyimpan bangkai maka bau busuknya akan tercium juga.

Tiga pekan kemudian, pada 12 September 2020, warga setempat yang merasa heran akan kehadiran kuburan baru yang tak dikenal berinisiatif membongkarnya dan melaporkan penemuan jasad tersebut kepada kepolisian setempat. 

Dari situlah penyelidikan polisi dimulai. Dan dari situlah terkuak kasus tragis nan memilukan di mana seorang ibu tega menghabisi nyawa anak kandungnya, yang notabene darah dagingnya sendiri.

Di sinilah kita mungkin mengernyitkan dahi dan bertanya-tanya, "Ada apa ini?"

Tidakkah si ibu tahu bahwa anak bukanlah hak milik atau investasi yang leluasa diperlakukan seenak hati? Ia adalah amanah Tuhan. Seperti kata Khalil Gibran dalam salah satu larik syair legendarisnya,"anakmu bukanlah anakmu. Ia adalah milik kehidupan."

Dalam sebuah riwayat, Nabi Muhammad SAW pernah menegur seorang ibu yang memarahi anaknya dengan kasar karena mengencingi baju sang Nabi.

Tetapi sang Nabi justru menegur sang ibu. "Noda di bajuku ini dapat segera hilang, tapi tidak demikian dengan luka hati anakmu," tuturnya dengan lembut dan bijak.

Di kesempatan lain, Khalifah Umar Ibnu Khattab bertanya keheranan ketika seorang sahabatnya merasa lebih "jantan" daripada sang khalifah, yang dikenal berperawakan besar dan jago perang, karena tidak pernah mencium anaknya.

"Bagaimana mungkin kau ini dapat dikatakan beriman? Bukankah Allah sendiri mencintai kelembutan? Aku sendiri mencium anak-anakku. Rasulullah pun amat menyayangi anak-anak dan cucunya. Bahkan ia rela memanjangkan rukuknya tatkala sang cucu bermain-main di punggungnya."

Sementara Imam Ghazali dalam kitab mahakaryanya berjudul Ihya 'Ulumuddin menuliskan bahwa "anak adalah amanah bagi kedua orang tuanya. Hatinya yang suci adalah permata yang sangat mahal harganya. 

Jika dibiasakan pada kejahatan dan dibiarkan lepas seperti hewan, ia akan celaka dan binasa. Sedang memeliharanya adalah dengan upaya pendidikan dan pengajaran akhlak yang baik".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun