Di titik inilah aku merasakan dengan makna sejati-jatinya bahwa pernikahan, termasuk keberadaan anak, mendewasakan orang.
Saat beberapa teman lajang curhat kepadaku tentang susahnya hidup melajang dan mereka berangan-angan tentang (melulu) indahnya pernikahan, aku tersenyum. Aku hanya berdoa semoga kelak, dengan harapan semuluk itu, mereka tidak menyesal menikah.
Karena sebenarnya ungkapan lama "sengsara membawa nikmat"dari Tulis Sutan Sati, penulis Melayu angkatan Balai Pustaka, dalam konteks pernikahan dapat terbolak-balik letaknya.
Dan cinta tak selalu semakna dengan bisikan mesra atau tatapan sayang. Cinta sejati lebih merupakan perjuangan yang tak jarang berlumur peluh, air mata, bahkan darah.
Jakarta, Agustus 2020
Baca Juga: Inilah Alasan Giring Nekat Nyapres, Menikah Itu Bertukar Budaya, dan Buat Apa Menikah
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H