Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Pelbagai Nama untuk "New Normal"

17 Juni 2020   14:37 Diperbarui: 17 Juni 2020   14:36 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kendati, dalam catatan sejarah, di era awal pendudukan Jepang di Indonesia, sekitar 1942, yang  dapat dikatakan sebagai era "New Normal" selepas hengkangnya Belanda, juga ada narasi Gerakan Hidoep Baroe atau Gerakan Hidup Baru yang mengusung 33 butir pedoman perilaku di "Zaman Baru" tersebut. Gerakan juga tersebut diinisiasi oleh para tokoh pergerakan Indonesia saat itu seperti Soekarno, dengan dukungan pemerintah kolonial Jepang, untuk menanamkan semangat baru pasca-kolonialisme Belanda.

Oleh karena itu, beberapa pihak menganjurkan sekian istilah alternatif selain "Tatanan Kehidupan Baru" untuk padanan "New Normal". Antara lain, "Pola Kebiasaan Baru" yang diajukan oleh Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB-IDI) Daeng M. Faqih. Ada juga "Adaptasi Kebiasaan Baru" yang diusung oleh Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Untuk istilah yang terakhir ini, bahkan berdasarkan cuitan pria penggagas Indonesia Berkebun tersebut, kabarnya istilah "Adaptasi Kebiasaan Baru" telah resmi menggantikan istilah "Tatanan Kehidupan Baru" sebagai padanan dari "New Normal" yang awalnya diperkenalkan oleh Jokowi.

"Diinisiasi Jawa Barat, hari ini Pemerintah Pusat menggunakan istilah Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) sebagai narasi pengganti "New Normal". Hasil kajian, kata normal apa pun imbuhannya masih dipahami sebagai kembali ke situasi sebelum covid. Mari beradaptasi dgn hati-hati dan bertahap," kata Ridwan Kamil melalui Twitter pada Rabu, 10 Juni 2020.

Ridwan Kamil sebagai inisiator istilah tersebut boleh menepuk dada. Tapi tidak lantas diskusi perihal padanan yang pas untuk "New Normal" seketika berhenti begitu saja setelah adanya penetapan tersebut. Karena bahasa sejatinya adalah proses dialektika dan kesepakatan yang dinamis.

Buktinya, tidak lama setelah beredarnya cuitan RK, inisial sang arsitek lulusan Amerika Serikat tersebut, banyak warganet (netizen) yang berkomentar bahwa singkatan Adaptasi Kebiasaan Baru yakni AKB mirip dengan nama salah satu grup girl band populer asal Jepang, AKB48. Duh, warganet!

Sebetulnya, jauh sebelum RK menggagas "Adaptasi Kebiasaan Baru" atau AKB, Ivan Lanin (penggiat bahasa Indonesia di media sosial) sudah melansir istilah "Kenormalan Baru". Beberapa media juga memunculkan istilah "Normalitas Baru" sebagai variannya, kendati KBBI tidak mengakui kata "normalitas".

Dari aspek pendekatan interpretasi atau pengalihbahasaan, "Kenormalan Baru" memang cenderung lebih harfiah dan "apa adanya" namun tetap taat asas dan makna sesuai KBBI. Meskipun tidak menyigi aspek konseptual, sebagaimana dalam istilah "Tatanan Hidup Baru", "Gerakan Hidup Baru", "Pola Kebiasaan Baru", atau "Adaptasi Kebiasaan Baru", istilah tersebut tampaknya relatif lebih aman dan lebih komunikatif serta tidak membingungkan atau menyesatkan bagi masyarakat awam.

Jakarta, 17 Juni 2020

Referensi:

Kumparan, Akurat, Kamus Webster, Lexico, Historia

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun