Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

New Normal, Indonesia, dan Jokowi

17 Juni 2020   03:54 Diperbarui: 17 Juni 2020   03:59 358
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dalam konteks itulah, narasi "New Normal" atau Tatanan Kehidupan Baru (istilah resmi pemerintah pusat), atau Kenormalan Baru atau Adaptasi Kebiasaan Baru dan pelbagai padanan lainnya, dapat dibaca sebagai jalan tengah yang diambil pihak pemerintah untuk mengatasi fenomena pembangkangan sipil dan mencuatnya wacana pemberlakuan Darurat Sipil, dan bukan hanya jalan tengah antara simalakama pergerakan roda ekonomi dan problem kesehatan akibat pandemi COVID-19, sebagaimana yang bergaung di media massa dan media sosial. Suatu narasi besar yang hadir berdampingan dengan wacana "Herd Immunity" atau "Kekebalan Kelompok" sebagai suatu paket yang "harus" diterima sebagai bagian dari "berdamai dengan corona".

Entah itu dikemas dengan wacana "New Normal" versi Jokowi, atau "PSBB Transisi" menurut Gubernur DKI Anies Baswedan, maupun "PSBB Proporsional" dalam istilahnya Gubernur Jabar Ridwan Kamil, sesungguhnya kesemuanya merujuk pada kondisi tatanan baru yang selain diharapkan membuat ekonomi berjalan juga menghindarkan dari kekacauan sipil.

Terlebih banyak prediksi seram yang beredar bahwa kondisi saat ini jauh lebih parah daripada kondisi Indonesia jelang Reformasi 1998 yang berujung pada runtuhnya rezim Orde Baru yang berkuasa selama 32 tahun lamanya.

Dan pengerahan anggota TNI-Polri untuk mengawal penerapan protokol COVID-19 di ruang publik dan di tengah masyarakat seperti di stasiun, pasar, dan area perkantoran juga dapat dibaca sebagai akomodasi agenda atau bentuk lunak dari pemberlakuan Darurat Sipil yang disesuaikan formatnya.

Terlebih dengan sedemikian aktifnya Badan Intelijen Negara (BIN) yang menggelar Rapid Test di berbagai daerah dan ruang publik.

Tentu saja hal itu tidak dapat dibaca dengan naif bahwa itu sekadar iktikad baik dari pemerintah saja dengan mengerahkan segenap sumber daya yang ada, termasuk barisan intelijennya. Karena, sebagaimana kata kawan saya yang orang seberang, Indonesia ini negara, bukan Jokowi punya rumah tangga.

Dan apakah kelak krisis karena pandemi ini akan berakhir sama sebagaimana krisis moneter 1998 yang menggulung rezim Orde Baru, hal itu sedikit banyak bergantung pada perilaku Jokowi sebagai kepala negara yang sesungguhnya, bukan sebagai kepala rumah tangga bagi keluarganya maupun sebagai petugas partai bagi partainya saja.

Jakarta, 17 Juni 2020

Baca Juga: Status Bencana Nasional Sebagai Legitimasi Darurat Sipil? dan Anarko Sindikalis Tumbal Darurat Sipil?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun