Bagi warga yang berusia 46 tahun ke atas tetap diminta untuk menjaga diri dengan tetap di rumah agar tidak tertular virus corona dan memutus rantai penyebaran COVID-19.
Baca Juga:Â Dj vu Kriminalisasi Aktivis Era Orde Baru?
"Tumbal perdamaian" dan potensi klaster baru
Di satu sisi, pernyataan Doni Monardo tersebut dapat dibaca sebagai itikad pemerintah untuk mengatasi dua masalah sekaligus, badai paparan virus Corona yang sejauh ini telah menewaskan hampir 1000 orang dan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang saat ini telah mencapai angka dua juta orang se-Indonesia.
Hal yang terakhir juga terbaca dari beberapa wacana sebelumnya, antara lain wacana relaksasi atau pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) oleh Menkokumham Mahfud MD dan kebijakan relaksasi transportasi mudik oleh Menhub Budi Karya Sumadi.
Suatu hal yang sejatinya dapat ditebak dan tidak asing, karena sejak awal pemerintahan Jokowi lebih memilih PSBB alih-alih karantina wilayah atau lockdown yang dinilai lebih berdampak merugikan perekonomian nasional.
Suatu hal yang sebenarnya dapat diperdebatkan, mengingat realitas pelaksanaan PSBB saat ini di beberapa daerah yang sarat aneka pelanggaran dan terus-menerus diperpanjang sehingga berdampak tak kalah telak terhadap perekonomian nasional.
Unjuk rasa para pedagang kecil di pasar tradisional dan sebagian kelompok masyarakat di pelbagai daerah PSBB patut dilihat dalam kerangka tersebut.
Di sisi lain, selain memperlihatkan inkonsistensi kebijakan pemerintahan Jokowi dalam menangani pandemi Covid-19, pernyataan Ketua Gugas Covid-19 yang juga Ketua Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) tersebut mengesankan meremehkan dahsyatnya paparan virus Corona.
Jika kelompok usia di bawah 45 tahun dianggap sehat dan tidak ada gejala saat terpapar virus Corona, bukankah ada kategori Orang Tanpa Gejala (OTG) yang justru berbahaya karena dapat menjadi perantara (carrier) bagi keluarga dan orang-orang sekitarnya?
Bisa dibayangkan jika sekian juta pekerja di bawah usia 45 tahun dilonggarkan untuk kembali bekerja di kantor dan tak lagi menjalani skema Work From Home (WFH), tanpa adanya fasilitas Swab Test, PCR atau Rapid Test yang memadai di lapangan, akan berapa banyak klaster baru COVID-19 yang bakal terbentuk?
Dan berapa banyak korban baru dari kalangan keluarga mereka atau orang-orang di sekitarnya yang bakal bermunculan karena adanya interaksi penularan dari para OTG tersebut?