Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

5 Mitos Pembunuh Mimpi Penulis

10 Mei 2020   21:47 Diperbarui: 10 Mei 2020   22:03 488
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Mitos/Sumber: infomuda.id

Demikian juga dengan menulis. Bolehlah kita katakan bahwa keberhasilan menulis itu terdiri dari 10 persen bakat sementara selebihnya yakni 90 persen adalah hasil upaya atau kerja keras.

Itu juga yang diyakini para penulis kawakan, termasuk mentor menulis Andreas Harefa.

Almarhum kakak saya, Khaeruddin AR, yang jebolan Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI), dan juga penulis merangkap wartawan dan editor, semasa hidupnya sering membimbing rekan-rekan kuliahnya yang juga ingin jadi penulis seperti dirinya.

Di era 90-an, dengan nama pena Khar, banyak artikel atau cerpen kakak saya yang dimuat di media ibu kota saat itu. Terutama untuk spesialisasinya yakni artikel budaya Betawi atau cerpen Betawi. Dari beliau juga, saya mengenal para penulis cerita Betawi kawakan seperti Firman Muntaco dan S.M. Ardan.

Ada beberapa rekan yang dibimbingnya, yang menurut cerita kakak saya, yang tidak berbakat menulis. Boleh saja mereka kuliah di fakultas sastra, namun, untuk kemampuan menulis, itu hal yang berbeda lagi. Saya mengenal mereka, karena sering hilir-mudik datang ke rumah untuk berkonsultasi dengan kakak saya.

Sebagian dari mereka sukses juga akhirnya memuatkan tulisan di surat kabar. Terutama yang punya kemauan kuat. Salah satunya Bang Halasan. Si abang dari Medan ini, menurut kakak saya, ingin betul sukses jadi penulis, karena ingin kaya dan tidak ingin malu pulang ke kampung halamannya tanpa membawa apa-apa.

Sayangnya, selepas wafatnya kakak saya pada usia muda, yakni 30 tahun, pada 1993, tidak ada lagi kontak dengan rekan-rekan yang dibimbingnya itu.

Itu satu contoh.

Contoh lain adalah pengalaman saya sendiri ketika membimbing seorang kawan sekolah saya yang ingin juga mencicipi lezatnya honor menulis.

Saya sendiri sudah menulis sejak masa Sekolah Mengah Pertama (SMP) pada era 90-an.

Saat itu, di harian sore Suara Pembaruan, tiap Ahad, ada rubrik Humor. Dengan tulisan humor singkat, sekitar 4-6 baris, honornya enam ribu rupiah per tulisan. Rata-rata per pekan, ada 5-6 tulisan humor saya dimuat. Alhasil, sudah 30-36 ribu rupiah saya dapat dalam sepekan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun