Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

DPR RI Impor Jamu Corona China, Buat Apa?

7 Mei 2020   12:06 Diperbarui: 7 Mei 2020   15:29 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sejak balita sampai sebelum menikah, ketika masih tinggal di rumah orang tua, saya biasa mengonsumsi jamu tradisional setiap pagi. Itu juga kebiasaan keluarga saya. Mbak jamunya itu-itu saja orangnya, sudah puluhan tahun demikian.

Hingga ketika saya menikah dan pindah rumah, kebiasaan itu pun terhenti, namun Bakul Jamu itu masih terus berjualan. Hingga sekian tahun lalu, kabarnya beliau sudah tidak lagi berjualan, pensiun dan kembali ke kampungnya di Karanganyar, Solo, Jawa Tengah, untuk menghabiskan masa tua bersama cucu-cucunya.

Si Mbak Jamu yang humoris dan ramah itu pintar meracik jamu home-made dari bahan-bahan herbal berdasarkan resep warisan turun temurun. Murah dan menyehatkan. Demikianlah kearifan lokal Indonesia.

Jika Si Mbak Jamu memproduksi jamu sendiri, tentu wajar, karena itu bagian dari pekerjaannya sebagai penjual jamu keliling, lantas, bagaimana pula jika Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) turut memproduksi jamu? Buat apa?

Meskipun jamu itu diklaim sebagai obat Corona yang katanya bukan untuk tujuan komersial dan dibagi-bagikan secara gratis ke beberapa rumah sakit rujukan COVID-19.

Tujuannya mulia. Tapi apakah itu tidak menyalahi tupoksi alias tugas pokok dan fungsi DPR sebagai lembaga legislatif yang tugas utamanya membuat dan mengawasi legislasi?

Belum lagi jika, berdasarkan faktanya, Herbavid-19 yang 'diproduksi' oleh Satuan Tugas Lawan COVID-19 DPR RI (Satgas COVID-19 DPR RI) notabene adalah obat impor dari China.

Itulah yang menjadi pokok keberatan para pengusaha jamu lokal dalam rapat virtual bersama Komisi VI DPR RI pada Senin, 27 April 2020.

Sebagaimana diberitakan oleh Okezone.com, Gabungan Pengusaha (GP) Jamu Indonesia melalui ketua umumnya, Dwi Ranny Pertiwi Zarman, mengklaim jamu itu bisa mereka produksi sendiri di Indonesia.

"Saya orang Indonesia, Ketua GP Jamu, saya keberatan dengan hal ini. Yang saya tahu, kami juga bisa buat formula yang ada di jamu impor," tegas Dwi Ranny Pertiwi Zarman. "Jadi, mohon itu masalah bisa dikoreksi. Saya kecewa, jamu kami tidak didukung. Kenapa satgas DPR RI bisa mengimpor jamu? Itu yang saya pertanyakan."

Anggota Komisi VI DPR RI yang juga anggota Satgas COVID-19 DPR RI Andre Rosiade (Fraksi Partai Gerindra) menolak tudingan mengimpor jamu corona dari China. Menurutnya, dari 13 bahan, hanya 2 bahan berasal dari China, selebihnya bahan lokal di Indonesia.

"Intinya, kami hanya ingin bekerja, hanya ingin membantu. Tidak ada unsur komersial. Ini kita bagikan secara gratis dan tidak menggunakan uang negara," tegas anggota parlemen perwakilan Sumatera Barat tersebut.

Mantan aktivis mahasiswa Trisakti itu juga yang mengabarkan keampuhan Herbavid-19 untuk penyembuhan pasien COVID-19 lewat kicauannya via Twitter pada Sabtu, 2 Mei 2020. Klaim itu dirilis Andre setelah Herbavid-19 resmi mendapat izin edar dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).

"Tampilan Herbavid 19. Alhamdulillah sudah banyak yang sembuh dari COVID-19 setelah mengkonsumsi Herbavid-19," cuit sang aktivis '98 tersebut.

Namun, berdasarkan penelusuran Tirto.id, dari sisi komposisi bahan sendiri, ada perbedaan data.

Jika Andre Rosiade menyebutkan ada 13 bahan, Deputi Logistik Satgas COVID-19 menyebut ada 11 bahan, sementara berdasarkan izin edar BPOM terdapat 10 bahan. Bahkan, berdasarkan keterangan dari anggota satgas yang lain, sebenarnya ada 15 bahan awal yang kemudian menjadi 10 bahan setelah mendapat izin edar BPOM.

"Intinya pernyataan Satgas DPR tidak konsisten," ujar Ketua Perkumpulan Dokter Pengembang Obat Tradisional dan Jamu Indonesia (PDPOTJI) Inggrid Tania.

Inggrid juga mengulik beberapa kejanggalan lain dari proyek "jamu corona DPR RI" tersebut, antara lain, berdasarkan laporan para dokter, Herbavid-19 sudah dibagikan ke beberapa rumah sakit rujukan COVID-19 sebelum terbit izin edarnya; proses pengajuan izin edar yang sangat singkat (hanya 3 hari, yang biasanya 6-7 bulan), dan belum adanya uji klinis sebagai bagian dari prosedur yang memastikan efektivitas obat tersebut.

"Sehingga para pasien tidak jadi kelinci percobaan, yang artinya mereka menanggung risiko efek samping dari Herbavid-19, jika ada," katanya.

Fetakompli Gugas COVID-19

Sebagai bagian dari lembaga parlemen atau DPR RI, Satgas COVID-19 DPR RI, yang komposisi anggotanya terdiri dari para anggota dewan terhormat tersebut, bagaimana pun, tidak terlepas dari tupoksi dan wilayah kewenangan DPR RI.

Alasan kondisi "kedaruratan kesehatan masyarakat" tidak serta merta menjadikan satgas itu sebagai lembaga superbody yang bisa bertindak semau-maunya, yang bahkan bisa mencampuri kewenangan lembaga negara di bidang eksekutif.

Nah, dalam kasus impor obat corona ini, selain terdapat potensi penyimpangan prosedur atau mala-administrasi, Satgas COVID-19 DPR RI sejatinya juga telah melakukan fait accompli atau fetakompli (tindakan memaksa melewati batas kewenangan) Gugus Tugas Percepatan Penanganan (Gugas) COVID-19 sebagai lembaga resmi negara yang dibentuk oleh pemerintahan Jokowi untuk mengatasi masalah COVID-19 di Indonesia.

Sebagai satu-satunya lembaga yang berwenang melakukan koordinasi dan penanganan seputar COVID-19, sudah semestinya hanya Gugas COVID-19 yang memiliki otoritas melakukan pengimporan atau produksi obat corona, alih-alih Satgas COVID-19 DPR RI yang sejatinya hanya organ internal bentukan parlemen yang yurisdiksinya sebenarnya hanya seputar lingkungan parlemen (baca: DPR dan MPR RI).

Seyogyanya pula Satgas COVID-19 DPR RI lebih tahu menempatkan diri. Tidak justru melakukan pembagian obat corona, meskipun gratis, kepada rumah sakit rujukan COVID-19 tanpa koordinasi dengan Gugas COVID-19. Apalagi obat yang dibagikan pun belum diuji secara klinis, yang justru berpotensi membahayakan kesehatan dan jiwa para pasien COVID-19.

Jika Satgas COVID-19 DPR RI tetap saja berlaku ugal-ugalan seperti itu, maka cap "Taman Kanak-kanak" atau TK yang dulu disematkan almarhum Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) pada anggota parlemen, bukan saja terbukti kebenarannya, tetapi juga bertambah menjadi "anak TK yang bengal".

Jakarta, 7 Mei 2020

Referensi:
https://economy.okezone.com/read/2020/05/03/320/2208305/fakta-satgas-dpr-impor-jamu-dari-china-untuk-bantuan-atau-komersil
https://tirto.id/yang-janggal-dari-produksi-obat-corona-herbavid-19-oleh-dpr-fkqY?utm_source=Tirtoid&utm_medium=Popular

Baca Juga: Denny Siregar Risak Cucu SBY, Taktik Mubazir atau Pengalihan Isu?dan Salahkah Berkomentar Basa-basi?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun