Mohon tunggu...
Nursalam AR
Nursalam AR Mohon Tunggu... Penerjemah - Penerjemah

Penerjemah dan konsultan bahasa. Pendiri Komunitas Penerjemah Hukum Indonesia (KOPHI) dan grup FB Terjemahan Hukum (Legal Translation). Penulis buku "Kamus High Quality Jomblo" dan kumpulan cerpen "Dongeng Kampung Kecil". Instagram: @bungsalamofficial. Blog: nursalam.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Denny Siregar Risak Cucu SBY, Taktik Mubazir atau Pengalihan Isu?

6 Mei 2020   15:56 Diperbarui: 7 Juli 2020   21:28 775
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Denny Siregar versus Keluarga AHY/Sumber: grid.id

Sewaktu sekolah dahulu, saya pernah menjadi korban bullying (perisakan atau perundungan), baik verbal, fisik, maupun mental. Lebih banyak lagi menjadi saksi perundungan. Biasanya dilakukan oleh senior di sekolah atau rekan sebaya yang merasa memiliki power atau kekuasaan.

Dan perang cuitan (twitwar) di Twitter pada Senin, 4 Mei 2020, antara Annisa Pohan versus Denny Siregar, salah satu penulis pendukung militan Presiden Jokowi sejak 2014, mengingatkan kembali akan memori peristiwa perundungan di masa lalu.

Saat seorang lelaki dewasa paruh baya seperti Denny (banyak yang menyingkat namanya menjadi akronim "Desi") menyoal tugas sekolah seorang anak SD berusia 11 tahun, dan mengait-ngaitkannya dengan afiliasi politik keluarga sang anak, jelas itu suatu bentuk perundungan tersendiri.

Dan wajarlah jika ibu sang anak, dengan naluri keibuannya, melindungi sang anak dari si perisak. Ingatlah betapa gigihnya seekor induk ayam mengusir hewan predator saat anak-anaknya diusik, kendati si predator jauh lebih buas dan lebih kuat.

Dalam konteks cuitan atau postingan Desi Denny di Twitter tersebut, Retno Listyarti (ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia) tegas menyebutnya sebagai cyber-bullying atau "perundungan di dunia maya".

Retno, yang juga mantan guru sekolah menengah, juga meminta warganet, terutama pengikut Denny atau barisan Jokower, tidak ikut-ikutan merundung sang bocah berusia sebelas tahun tersebut, yang kebetulan cucu perempuan mantan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), bernama Almira Tunggadewi Yudhoyono.

Almira yang akrab dipanggil Aira, kelahiran 17 Agustus 2008, adalah puteri tunggal dari putera pertama SBY yakni Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), yang sekarang menjabat ketua umum Partai Demokrat.

Polemik itu berawal dari cuitan Denny yang mengunggah artikel soal surat terbuka yang dituliskan oleh cucu SBY tersebut untuk Presiden Jokowi. Surat berbahasa Inggris tersebut merupakan tugas sekolah Aira yang masih duduk di kelas 5 SD yang sebelumnya diposting AHY di akun media sosialnya.

Artikel Denny tersebut berjudul "Surat Terbuka Putri AHY, Almira Yudhoyono untuk Jokowi, Minta Lockdown agar Tidak Ada Lagi Korban".

Sembari mengunggah artikel tersebut, Denny Siregar berkicau,"Bapak udah. Anak udah juga. Sekarang cucu juga dikerahkan... Kalo ada cicit, cicit juga bisa ikutan minta lockdown..."

Didorong naluri seorang ibu, Annisa Pohan menyemprot Denny. Respons Annisa Pohan, yang juga mantan artis ibu kota ini, mengingatkan saya pada galaknya seorang ibu ketika anak perempuannya yang beranjak remaja dijaili om-om genit atau iseng.

"Teman2, ini contoh manusia yang tidak membaca isi materi secara utuh. Jelas disitu adlh mengenai Almira yang mendapat tugas dari sekolahnya utk membuat masukan kpd presiden mengenai memilih tentang lockdown. Dan konten ini adalah ttg hari pendidikan. anda punya anak ga?" cuit Annisa.

Selayaknya emak-emak yang kalap, Annisa pun mulai menusuk sisi lain Denny, "Saya ingin tau apa yg sudah dilakukan oleh @Dennysiregar7 untuk negara ini selain provokasi di social media. abang bisa kasih solusi atau aksi nyata bantu masyarkat dlm kondisi negara sedang susah, atau lebih baik diam dibanding menyerang anak kecil dg konten yg ngawur."

Annisa bahkan langsung mengadu kepada Presiden Jokowi atas tindakan Denny Siregar.

"Pak @jokowi saya sebagai seorang ibu dan warga negara bapak, saya protes thdp tindakan @Dennysiregar7 yg saya dengar seorang simpatisan bapak tapi membawa anak saya yg dibawah umur untuk dijadikan bahan olokan politik dia," lapor Annisa Pohan.

Entah tidak sensitif memahami kemarahan emak-emak atau sudah terikat komitmen kontrak, Denny justru balas meladeni Annisa Pohan, puteri mantan deputi gubernur Bank Indonesia Aulia Pohan, yang kalap.

"Bu Iriana @jokowi adalah istri yang kuat. Mau suaminya diejek dan anaknya distempel apapun, dia tetap tegar...Itulah kenapa suaminya jadi Presiden. Krn dia wanita hebat. ..Lha, ini @AnnisaPohan anaknya kecolek dikit, bapernya smp ke sebrang lautan. Katanya pengen jd ibu negara," sentil Denny.

Itulah dunia maya. Di dunia nyata, seorang lelaki biasanya cenderung menghindari atau mengelak berkonflik dengan ibu-ibu yang ngamuk. Seakan ada konvensi untuk itu. Emak-emak kok dilawan! Demikian yang ada di dunia nyata.

"Baper=bawa perasaan, knp jadi hal yg berkonotasi negatif? Saya memiliki perasaan kasih terhadap anak saya maka jelas saya akan menggunakan (membawa) perasaan saya utk melindunginya.Itu sifat dasar manusia...Doa saya utk semua yg baca ini, menjadi org tua yg bisa dibanggakan anaknya," demikian pembelaan Annisa.

Seakan merasa umpannya dicaplok mangsa, Denny pun meluaskan serangannya. Ia kembali mencuit, "Hampir semua petinggi @PartaiDemokrat1 turun lapangan untuk nyerang gua. Mulai @AndiArief__ @FerdinandHaean2 @DidikMukrianto @jansen_jsp. @RachlanNashidik malu2 cuman RT doang."

Tepatlah jika Denny Siregar, bersama Abu Janda, ditahbiskan sebagai benteng pendengung yang paling kokoh. Kendati tergagap-gagap saat berdebat dengan Felix Siauw dan Ustaz Haikal Hassan perihal "Bendera Tauhid" dalam salah satu acara gelar wicara (talkshow) langsung di salah satu TV swasta beberapa tahun lalu, keduanya tetap kukuh membela Jokowi di dunia maya. Jika analoginya film, duo die-hard buzzer itu adalah The Last Samurai.

Sebagaimana dilansir oleh Bisnis.com, karena serangan Denny yang dirasa menyinggung muruah keluarganya, terutama anaknya, AHY, sebagai ayah, tidak tinggal diam. Ia berencana mempolisikan Denny perihal cuitan kontroversial mantan jurnalis tersebut. Ia pun mendelegasikan pelaporan tersebut kepada Ketua DPP Partai Demokrat Bidang Hukum Ardy Mbalembout.

"Saya ditunjuk untuk menangani perkara ini oleh Pak AHY dan siang ini akan membuat laporan ke Bareskrim Polri," jelas Ardy pada Selasa, 5 Mei 2020.

Entah apakah mereka tidak tahu betapa Denny Siregar, dan juga Ade Armando, sebagai petinggi buzzer, tergolong "kebal hukum". Terbukti dengan berkali-kali pelaporan berbagai pihak atas tingkah polah mereka, yang selalu kandas di kaki kepolisian.

Tapi, sebagai seorang ayah, saya maklum betul bahwa apa pun hasilnya, yang ingin ditunjukkan AHY kepada keluarganya, terutama puteri semata wayangnya, bahwa ia akan melindungi sang buah hati walau setebal apa pun tembok yang harus ditembus.

Kendati, dari sisi konflik kepentingan, batas-batas kewenangan AHY sebagai ketua umum partai melebur dengan posisinya sebagai seorang ayah, dengan menugaskan fungsionaris partainya untuk mengurus kasus hukum yang terkait dengan urusan keluarganya.

Namun, tiada asap tanpa adanya api. Tampaknya itulah respons yang kurang lebih sepadan dengan serangan Denny yang juga meleburkan antara batas personal dan batas urusan politik.

Taktik mubazir atau pengalihan isu?

Terlepas dari apa pun kelanjutan proses hukum pelaporan Partai Demokrat atas cuitan Denny Siregar, sebetulnya cukup menarik membaca langkah si mantan jurnalis kawakan dan punggawa utama barisan pendukung Jokowi tersebut.

Dengan menyentil sebuah tugas sekolah bocah SD yang kebetulan cucu SBY, yang dianggapnya lawan politik Jokowi, terkesan seakan Denny kehabisan bahan untuk menghajar para lawan politik atasannya tersebut, sehingga mencari-cari materi hingga menghantam seorang bocah kecil. Sebuah tindakan yang laksana "memukul nyamuk dengan bom", dan bisa dibaca sebagai "membangunkan macan tidur" atau bahkan "membuka kotak Pandora".

Dalam mitologi Yunani, ada hikayat sebuah kotak bertuah yang disebut Kotak Pandora, konon kabarnya sebenarnya sebuah guci, yang jika dibuka maka akan mengakibatkan keluarnya seluruh iblis jahat. Dalam perkembangan selanjutnya, Kotak Pandora dimaknai sebagai idiom sosiologis dan politis untuk "sesuatu yang mengakibatkan munculnya atau terjadinya hal yang lebih buruk".

Lantas, apakah langkah Denny itu suatu "taktik mubazir" alias sia-sia untuk dilakukan?

Jika itu blunder akibat "kegemasan" Denny melihat postingan tugas sekolah Aira yang menyinggung lockdown atau karantina wilayah, suatu opsi yang tidak disetujui Presiden Jokowi yang lebih memilih PSBB, jelas itu tindakan fatal dan bebal, yang menambah daftar blunder Denny yang sebelum-sebelumnya.

Tapi ada juga kemungkinan, sebagai suatu kesatuan organik barisan pendukung penguasa, langkah Denny itu adalah bentuk kepatuhan atas komando dari "Kakak Pembina" yang berpengalaman tempur di dunia nyata dengan aneka strategi militernya yang sulit dibaca kalangan awam.

Buktinya, saat publik menilai Jokowi terlambat memberlakukan larangan mudik yang baru diberlakukan pada 24 April 2020, Luhut Binsar Panjaitan, salah satu menteri kabinet yang juga penasihat Jokowi serta senior Prabowo Soebianto di Komando Pasukan Khusus (Kopassus), justru mengatakan itu sebagai suatu "strategi militer".

Lagipula, kata orang, tidak ada yang kebetulan. Everything happens for a reason, segala sesuatu pasti ada sebabnya atau ada alasannya.

Tidak ada kebetulan, misalnya, Denny yang sedang suntuk karena harus berdiam saja di rumah selama masa pandemi kemudian iseng menyindir AHY lewat tugas sekolah puterinya. Juga tidak ada kebetulan bahwa yang "diusili" Denny adalah seorang bocah SD, yang mungkin seusia anaknya, yang kebetulan adalah cucu SBY.

Lantas, jika bukan suatu taktik mubazir, apakah itu bentuk pengalihan isu?

Tidak mustahil menyeruak pertanyaan di atas di kalangan publik, mengingat sedemikian banyaknya isu strategis politis saat ini yang harus dikelola pihak penguasa dengan telaten agar tidak menimbulkan gejolak.

Sebut saja, misalnya, isu kenaikan tarif listrik yang konon diberlakukan diam-diam oleh PLN sehingga menimbulkan keresahan masyarakat; isu relaksasi Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) yang dilontarkan Mahfud MD yang disambut penolakan kalangan dokter dan mayoritas publik, dan, terutama, isu transparansi data korban COVID-19 yang sebenarnya, yang sampai menyeret aktivis dan peneliti Ravio Patra berurusan dengan kepolisian akibat kritik kerasnya tentang hal tersebut. Belum lagi banyak isu strategis lainnya.

Dugaan dan pertanyaan itu wajar saja terlontar. Toh, dalam keseharian, publik sudah merasakan sendiri betapa metode pengalihan isu amat lihai dimainkan kalangan politisi dan pihak penguasa selama ini. Alah bisa, karena biasa.

Tinggal waktu yang kelak akan membuktikan.


Jakarta, 6 Mei 2020

Referensi:

https://news.detik.com/berita/d-5002778/kpai-netizen-berhenti-bully-putri-ahy-almira-yudhoyono

https://www.jatimtimes.com/baca/214150/20200505/111000/polemik-berkelanjutan-annisa-pohan-dan-denny-siregar-istri-ahy-disebut-baper

https://kabar24.bisnis.com/read/20200505/16/1236569/putrinya-diolok-olok-pihak-ahy-siap-laporkan-denny-siregar-ke-bareskrim-polri

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun