Termasuk juga penghasilan dari side job lainnya sebagai ghostwriter dan pemilik kursus terjemahan hukum online. Pandemi ini memang bikin sepi kocek, membuat uang tak bersahabat dengan kantong.
Alhamdulillah, yang patut disyukuri adalah karena saya relatif beruntung karena masih menjadi pegawai pada sebuah kantor konsultan hukum dengan fasilitas gaji tetap bulanan. Bagi rekan-rekan full-time freelancer, perjuangannya jelas lebih berat lagi.
Gaji pokok bulanan pun masih saya dapat penuh seratus persen. Beberapa teman saya malah sudah dipotong gajinya sekian persen, dan terancam tidak dapat Tunjangan Hari Raya (THR) pada Idul Fitri pada bulan Mei mendatang.
Sebagian teman yang lain bahkan sudah dirumahkan atau menjalani skema Unpaid Leave (cuti tanpa tanggungan) dan tidak digaji selama dirumahkan kendati tidak diberhentikan. Ada juga yang telah diberhentikan dengan skema pesangon yang tidak sesuai atau bahkan tanpa pesangon.
Ini memang kondisi yang sulit. Di saat penghasilan berkurang, kebutuhan rumah tangga terus bertambah, terutama akibat lonjakan harga sembako yang gila-gilaan, khususnya jelang Ramadhan dan kemungkinan jelang Lebaran nanti.
Tampaknya krisis ekonomi, yang dulu akrab disebut "krismon", yang dulu pernah bangsa ini alami pada 1998, di ujung era kekuasaan Orde Baru, kembali berulang tiga puluh tahun kemudian, yakni pada 2020.
Bedanya, jika dulu saya masih seorang mahasiswa tingkat dua, kali ini posisi saya adalah sebagai kepala keluarga. Greater power, greater responsibility. Kekuasaan yang lebih besar, tanggung jawab yang lebih besar.
Alhasil, sebagaimana yang dikatakan Charles Darwin, sang pemikir teori evolusi, bahwa yang bertahan bukanlah yang kuat, tetapi yang mampu beradaptasi, kami pun melakukan adaptasi atau penyesuaian atas kesulitan ekonomi yang ada.
Antara lain, pengiritan biaya belanja harian (kurangi lauk makan dan camilan), pemotongan biaya hiburan dan wisata, serta penghematan biaya utilitas (air, listrik, dan gas).
Untuk persiapan kondisi ke depan, terlebih lagi sebentar lagi masuk tahun ajaran baru, yang artinya perlu ada tambahan biaya sekolah anak, kami terpaksa menggadaikan beberapa emas batangan simpanan kami ke pegadaian negara untuk memperkuat ketahanan ekonomi keluarga.
Beruntunglah dulu kami masih sempat menabung emas sebagai simpanan atau alat lindung nilai ekonomis sebagai persiapan kondisi sulit seperti sekarang ini.